Page 149 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 149

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            tuk penggarap” yang menjadi prinsip terutama setelah
            Indonesia merdeka, maka disusunlah peraturan yang
            berupaya mengakhiri praktik eksploitatif itu. Lahirlah
            Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH no 2/
            1960). Undang-undang ini lahir sekitar 5 bulan sebelum
            UUPA 1960. Ia diprioritaskan terlebih dahulu sebab di-
            anggap langkah realistik yang adil dan diperkirakan
            pelaksanaannya relatif lebih mudah dibanding dengan
            pelaksanaan landreform misalnya, melalui UUPA 1960.
            Dalam praktiknya, penataan kembali bagi hasil melalui
            UUPBH ini juga tidak mudah sebab erat kaitannya
            dengan berbagai bentuk hubungan penyakapan. 49
                Perubahan bagi hasil dari 5:5 menjadi 6:4 bagi peng-
            garap melalui UUPBH 1960 ternyata tidak berjalan lan-
            car. Padahal peraturan ini berupaya memberi jaminan
            keamanan tenansi bagi penggarap (tercermin pasal 4 dan
            5); upaya demokratisasi (pasal 7); dan pengakuan atas
            ketentuan adat yang berlaku di berbagai daerah terkait
            dengan bagi hasil (pasal 7 ayat 1). Sebelum dilakukan
            landreform melalui UUPA 1960, melalui UUPBH ini
            dilakukan terlebih dahulu tenancy reform-nya. 50
                Pada saat sekarang ini sistem bagi hasil di desa


                49  Sediono M.P. Tjondronegoro, “Bagi Hasil di Indonesia: Masa
            Lampau dan Perspektif Hari Depan”, dalam, Scheltema, ibid., hlm. xxi.
                50  Gunawan Wiradi, “Masalah Agraria: Masalah Penghidupan
            dan Kedaulatan Bangsa”, bahan ceramah dalam Studium Generale,
            Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian IPB, 17 Mei, 2004.

            128
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154