Page 151 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 151
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
Di desa Ngandagan, orang yang menyediakan tanah
untuk sistem bagi hasil adalah pamong desa yang
menguasai tanah rata-rata lebih dari 200 ubin. Misalkan
Congkok atau Kaur Pemerintahan di Ngandagan mengu-
asai tanah bengkok seluas 300 ubin. Dengan tanah seluas
itu Congkok tidak mempunyai waktu untuk mengerjakan
dan mengolah tanah bengkoknya. Fenomena ini tidak
hanya berlaku pada Kaur Pemerintahan saja, akan tetapi
pada pamong desa lainnya seperti Lurah dan Sekretaris
54
Desa. Untuk itu pengolahan tanah bengkok yang
dikuasai oleh pamong desa diserahkan kepada orang
lain. Bagi hasil juga dilakukan oleh para pemilik tanah
luas, pemilik yang memilih merantau ke luar kota
sehingga meninggalkan tanahnya di desa, dan pemilik
yang tidak lagi mampu menggarap karena tua atau sakit.
Sementara itu, penggarap tanah sistem bagi hasil di
Ngandagan adalah para tunakisma dan penggarap
tanah buruhan 45 ubin. Selain melakukan penggarapan
bagi hasil, jika masih memungkinkan, untuk mendapat-
kan tambahan pendapatan, para tunakisma itu mela-
bupati/kepala daerah tingkat II (Pasal ayat 3). Lihat, Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 13 Tahun 1980 Tanggal 10 September 1980, mengenai
Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil.
54 Belum lama ini sekretaris desa telah diangkat sebagai pegawai
negeri, sehingga tanah bengkok seluas 600 ubin diserahkan kepada kas
desa.
130