Page 210 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 210
Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
membantu suaminya bekerja di konveksi, demi
mencukupi kebutuhan keluarganya, Wulandari juga
pernah berjualan nasi uduk. Meskipun jualannya laris,
namun modalnya lama-kelamaan habis karena terlalu
banyak yang hutang dan tidak membayar. Penga-
laman-pengalaman dan kerja kerasnya selama migrasi
pada akhirnya membuat dia memutuskan untuk tidak
mengikuti suaminya lagi merantau sejak anak kedua-
nya, Narita lahir.
Wulandari saat ini fokus menjadi ibu rumah tangga
dan bekerja sebagai penjahit. Di Ngandagan, ada tiga
orang penjahit, dua orang di dukuh Krajan dan satu
orang di Karang Turi. Sebenarnya, sudah ada “aturan
main” sesama penjahit di Ngandagan, untuk mene-
tapkan tarif jahitan, yaitu untuk anak SD adalah Rp.
30.000/stel; anak TK 25.000/stel ; SMP 45.000/stel ;
SMA 55.000/stel dan baju muslim 40.000. Tarif dibuat
untuk menyeimbangkan dengan tarif daerah lain.
Namun dalam prakteknya, seringkali tarif itu ditawar,
bahkan ada tetangga yang hutang atau tidak memba-
yar saat menjahitkan bajunya. Menghadapi hal seperti
itu, Wulandari hanya bisa diam. Andalannya adalah
menerima pesanan jahitan saat musim penerimaan
siswa baru. Selain itu, seperti kebanyakan nenek di
Ngandagan, Wulandari juga mengasuh cucu pertama-
nya bernama Zahra, anak dari Margista, putri perta-
manya yang saat ini bekerja sebagai buruh di PT
Mayora Jakarta.
Di Ngandagan banyak cucu yang diasuh neneknya
karena ayah dan ibunya merantau. Beberapa anak
memanggil neneknya dengan ibu karena sudah
189