Page 93 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 93

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            si penggarap. Sekarang penggarap bisa mewakilkan
            kepada orang lain kewajiban kerigan dan ronda dengan
            membayar Rp. 7.500,- per aktifitas. Untuk bisa membe-
            rikan perspektif sejarah kepada pembaca, ada baiknya
            terlebih dahulu diuraikan pembentukan lapisan kelas tak
            bertanah yakni tunakisma di Ngandagan.


            1. Tunakisma dan Buruh Tani
                Kelas sosial masyarakat yang disebut tunakisma
            pada masyarakat Ngandagan adalah  mereka yang tidak
            mempunyai lahan bertani dan tidak mendapatkan hak
            garap tanah sawah 45 ubin. Mereka menjual tenaga ker-
            janya kepada pemilik tanah pertanian lainnya. Hampir
            rata-rata tunakisma Ngandagan telah bermigrasi ke
            Jakarta, Palembang, Lampung dan Jambi. Mereka
            berusaha di sana hingga memperoleh simpanan untuk
            membangun rumah di kampung asal. Sudah menjadi
            umum tunakisma adalah para pendatang yang mencari
            perbaikan hidup di Ngandagan. Hidup mereka menjadi
            tidak nyaman di desa karena akses ke tanah pertanian
            begitu sulit. Akses pada pekerjaan pertanian adalah mela-
            lui memburuh tani. Untuk mendapatkan hak garap tanah
            sawah 45 ubin mesti menunggu dan antri. Pekerjaan
            utama tunakisma adalah sebagai penderep atau bekerja
            panen di sawah orang lain. Pada umumnya penderep di
            desa Ngandagan bekerja panen di sawah orang lain
            mendapatkan bawon 1/6 dari hasil panen. Buruh tani


            72
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98