Page 438 - Kembali ke Agraria
P. 438
Kembali ke Agraria
Reforma agraria, baru sekedar jadi pelengkap dari politik perta-
nahan/agraria, belum diletakkan sebagai arus utama yang dirujuk
dan menuntun keseluruhan program pertanahan dan keagrariaan
nasional.
Merawat niat
Secara khusus, rencana penertiban tanah terlantar tidak secara
tegas diperuntukkan bagi perluasan objek reforma agraria bagi kepen-
tingan rakyat miskin. Ini bisa menuai masalah di kemudian hari kare-
na penggunaannya dikhawatirkan tidak tepat sasaran. LARASITA
yang menurut kebijakan resminya dinyatakan sebagai kantor berjalan
(mobille office) yang terutama dimaksudkan untuk menyiapkan pelak-
sanaan reforma agraria, masih dimaknai sempit sebagai instrumen
teknis percepatan sertifikasi tanah individual yang cenderung kon-
tradiktif dengan maksud reforma agraria.
Instruksi presiden untuk menjalankan reforma agraria kepada
BPN RI dan pemerintah daerah saja, menihilkan arahan dan kete-
rikatan yang jelas bagi departemen terkait untuk mensukseskannya,
seperti kehutanan, pertanian, pertambangan, dsb. Reforma agraria
bukan hanya tugas BPN dan Pemda, tetapi seluruh instansi terkait
tanah, agraria dan sumberdaya alam lainnya, bahkan mutlak mem-
butuhkan partisipasi aktif dari rakyat.
Sementara itu, belum ada kepastian PP atau UU tentang pelaksa-
naan reforma agraria menjadi prioritas bagi pemerintah. Komitmen
politik untuk reforma agraria perlu segera menemukan dasar hukum
operasionalnya di bawah payung Pancasila, UUD 1945 (Pasal 33
Ayat 3), UUPA No.5/1960, dan TAP MPR No.IX/2001. PP ini menjadi
indikator nyata dari komitmen politik pemerintah untuk segera
merealisasikan reforma agraria.
Acara di Marunda dapat merawat niat dalam mempercepat per-
wujudan keadilan agraria, asal presiden dan seluruh jajaran peme-
rintahan lebih tegas dan serius melaksanakan reforma agraria sejati
yang sungguh untuk kepentingan rakyat miskin dan tertindas.***
419

