Page 440 - Kembali ke Agraria
P. 440
Kembali ke Agraria
Setelah itu, sejumlah pejabat beramai-ramai mendorong RUU
ini masuk ke Program Legislasi Nasional 2010-2014. Menteri Pe-
kerjaan Umum, Menteri Perindustrian, Menko Perekonomian, bahkan
Wakil Presiden Boediono bersahutan menyampaikan pernyataan
urgensi RUU ini. “Untuk kelancaran pembangunan infrastruktur”,
eksplisit terlontar dari mulut pejabat negara.
Kontroversi baru
Penyusunan RUU ini dapat memicu kontroversi serupa dengan
saat Perpres No 36/2005 terbit. Kontroversi ini dapat menyangkut
konteks paradigmatik, konteks ekonomi-politik, dan konteks sub-
stansi hukum. Atau, karena proses, prosedur dan mekanisme penyu-
sunan dinilai tak cukup demokratis.
Dalam konteks ekonomi-politik, rencana penerbitan RUU ini
merupakan refleksi dari arah dan orientasi pembangunan yang
sedang dan akan dilanjutkan pemerintah dalam kerangka ekonomi
politik neoliberal yang kapitalistik. Kebijakan pertanahan dan keag-
rariaan diarahkan guna mempermudah masuknya investasi skala
besar lewat pintu pembangunan sarana dan prasarana atau infra-
struktur yang dibutuhkan kalangan pemodal besar, dari dalam dan
luar negeri.
Sementara masyarakat Indonesia umumnya kini butuh penga-
kuan dan penguatan hak atas tanah. Bahkan, bagi sebagian besar
yang lain, lebih mendasar dari itu, yakni membutuhkan “tanah untuk
kehidupan”. Kaum tani di pedesaan dan kaum miskin di perkotaan
mayoritas berlahan sempit dan tak punya tanah sama sekali. Persis
dalam konteks semacam inilah RUU Pengadaan Tanah bagi Pem-
bangunan untuk Kepentingan Umum menyeruak. Jika memang refor-
ma agraria benar-benar akan dijalankan pemerintahan Yudhoyono
pada periode kedua (2009-2014) ini, kenapa tak segera disusun RUU
tentang Pelaksanaan Reforma Agraria?
Mengingat penataan ulang struktur agraria yang timpang belum
dijalankan—karena belum ada dasar hukum yang operasional—
421

