Page 494 - Kembali ke Agraria
P. 494

Epilog

               itu dijalankan sepenuhnya oleh petani, tanpa keterlibatan atau bah-
               kan mengabaikan pemerintah; bisa juga program itu merupakan pro-
               gram pemerintah tetapi keterlibatan petani dalam perencanaan,
               pelaksanaan dan pengawasan menjadi kuncinya. Pada intinya, di
               dalam konsepsi ‘land reform atau pun agrarian reform by leverage’
               yang disodorkan oleh Powelson dan Stock (1987) dan diperkuat oleh
               Wiradi (1997), yang terutama adalah dalam pelaksanaan reforma
               agraria atau pun lebih sempit sebagai land reform saja diperlukan
               organisasi tani yang kuat yang dapat mengarahkan dan mengawal
               proses dan tujuan-tujuan dari perubahan struktural tersebut.
                   Jika kita berpegang saja pada pengertian ‘agrarian reform by
               leverage’ seperti di atas, maka satu hal yang jarang sekali diperde-
               batkan adalah rejim penguasa atau pemerintah yang bagaimana yang
               kita harapkan untuk menjalankan reforma agraria di Indonesia.
               Belajar dari proses panjang upaya KPA dalam mendorong pelaksa-
               naan reforma agraria sejak masa Orde Baru hingga kini, saya berke-
               simpulan kita tidak bisa dengan serta merta mempercayai begitu saja
               rejim-rejim penguasa pasca Orba akan menjadi rejim ‘penguasa budi-
               man’ seperti yang diharapkan oleh Usep tanpa menelisik orientasi
               dan agenda-agenda politik-ekonomi yang diusungnya. Tak lama sete-
               lah Orba berganti sesungguhnya semakin jelas bahwa rejim penguasa
               pasca Orba semakin tidak memiliki sensitivitas kepada kepentingan
               orang banyak dan kaum miskin khususnya, tetapi sebaliknya lebih
               mementingkan kepentingan kaum pemodal dan/atau kepentingan
               ekonomi-politik dirinya sendiri.
                   Dalam konteks ini, sulit dipahami jika masih muncul argumen
               untuk mendukung retorika politik dari rejim penguasa yang menga-
               takan akan menjalankan reforma agraria yang populis. Sebaliknya
               gagasan reforma agraria, bahkan bisa jadi kelompok-kelompok ge-
               rakan sosial itu sendiri, dikooptasi menjadi bagian dari kampanye
               politik mereka untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan demikian,
               gerakan sosial pro-pembaruan agraria populis seharusnya juga sema-
               kin tegas mengambil jarak dengan rejim penguasa saat ini dan melan-


                                                                       475
   489   490   491   492   493   494   495   496   497   498   499