Page 492 - Kembali ke Agraria
P. 492

Epilog

               gerakan sosial yang mendorong reforma agraria dijalankan di Indo-
               nesia yang tidak memberikan penekanan kembali kepada pentingnya
               mengurangi jumlah tanah yang dikuasai melebih batas atau tanah-
               tanah yang dikuasai secara guntai. Implikasinya banyak bahasan
               mengenai pelaksanaan land reform di Indonesia saat ini cenderung
               berkonsentrasi kepada redistribusi tanah-tanah, bahkan sebetulnya
               hanya sertifikasi tanah, yang berasal dari Tanah Negara. Pentingnya
               tanah-tanah kelebihan dan guntai yang dikuasai oleh individu untuk
               dikurangi dan diredistribusi banyak ditanggalkan dalam pemba-
               hasan praktek land reform di Indonesia saat ini.


               ‘Agrarian Reform by Leverage versus by Grace’
                   Dari tulisan-tulisannya dalam buku ini kita dapat berkesan Usep
               adalah penyokong konsepsi ‘agrarian reform by leverage’ yang lunak,
               untuk tidak mengatakan ia nyaris menjadi scholar-activist yang mene-
               lan bulat-bulat diperlukannya ‘kedermawanan’ negara (=pemerintah)
               untuk menjalankan reforma agraria. Dari cara pandangnya terlihat
               adanya kepercayaan penuh akan ada rejim penguasa yang budiman
               untuk menjalankan program perubahan struktural ini di Indonesia.
               Bahkan dalam beberapa tulisannya, Usep nyaris percaya rejim yang
               budiman itu hampir mewujud dalam kepemimpinan presiden SBY.
                   Mengapa perlu mengulas hal ini, khususnya ‘mengkerangkeng’
               tulisan Usep dalam perdebatan ‘agrarian reform by leverage versus
               by grace’? Di sini saya hendak menempatkan pikiran-pikiran Usep
               dalam konteks promosi KPA yang sejak awal pendiriannya meng-
               gaungkan perlunya dijalankan ‘agrarian reform by leverage’ atau
               yang sering juga diterjemahkan secara bebas (dan mungkin kurang
               tepat) dengan ‘reforma agraria berdasarkan inisiatif rakyat’. Hal ini
               penting, mengingat dua hal: Pertama, sebagai pengusung konsepsi
               ‘agrarian reform by leverage’ sesungguhnya KPA juga belum pernah
               memiliki rumusan operasional yang jelas tentang bagaimana konsep
               ini seharusnya diterapkan. Kedua, perdebatan mengenai dua konsepsi
               ini, dan khususnya nanti di dalam merumuskan praktek ‘agrarian


                                                                       473
   487   488   489   490   491   492   493   494   495   496   497