Page 228 - Tanah Hutan Rakyat
P. 228
Tanah Hutan Rakyat 215
adat-istiadat yang boros secara finansial. Hal ini penting,
agar masyarakat dapat memanfatkan uangnya untuk hal-hal
yang produktif. Misalnya, tidak boleh ada warga yang mampu
menyelenggarakan pesta khitanan anaknya dengan biaya
jutaan rupiah, tetapi tidak bersedia menyekolahkan anaknya
dengan alasan tidak memiliki uang.
Pada tahun 1985, masyarakat mulai membangun tradisi
menanam saat ada perayaan hari besar, atau ada perayaan
khitanan atau pernikahan. Tanaman yang diperkenalkan
pada masa itu adalah albasia, yang daunnya berguna untuk
pakan ternak, dan kayunya untuk mengganti kayu rumah
yang rusak. Pada masa itu juga diperkenalkan KBD (Kebun
Bibit Desa) untuk tanaman keras, yang saat ini berkembang
menjadi KBR (Kebun Bibit Rakyat). Masyarakat telah faham,
bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan tidak boleh
mengorbankan konservasi tanah dan hutan.
Selanjutnya pada tahun 1998, masyarakat berhasil
membangun kerjasama dengan Perum Perhutani, untuk
memanfaatkan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani
yang berada di wilayah Desa Kalimendong. Saat itu atas
dukungan Perum Perhutani, masyarakat Desa Kalimendong
mendirikan LMDH Rimba Mulya, yang tetap eksis hingga
saat ini. Kerjasama kemudian meningkat pada tahun 2000-
an, yang meliputi wilayah hutan negara yang ada di Desa
Kalimendong, dan hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat.
Tujuan kerjasama ini antara lain untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam frame konservasi tanah
dan hutan. Kesejahteraan masyarakat yang relatif baik,