Page 149 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 149
130 Land Reform Dari Masa Ke Masa
keputusannya tidak ada yang bisa melakukan kontrol
administrasi maupun kontrol publik atas kemungkinan
penyalahgunaannya. Birokrasi itu bersekongkol dengan
pemodal asing dan domestik menggerogoti kekayaan
publik. Sifat lain dari birokrasi pemburu rente adalah
predatoris. Proyek pembukaan hutan tropis untuk
pembalakan kayu secara besar-besaran dengan hak-hak
pengusahaan hutan, atau pemberian konsesi
pertambangan merupakan contoh lain yang gamblang.
Sifat predatoris itu bisa juga dilakukan atas anggaran
negara, seperti terang-benderang terjadi dalam skandal
mega-proyek “pencetakan sawah satu juta hektar” di
hutan gambut Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatan
yang berlangsung menjelang kejatuhan rejim Suharto
tahun 1997.
Birokrasi otoritarian pemburu rente itu tetap
memerlukan justifikasi dari suatu ide besar mengenai
pembangunan. Mereka tetap saja birokrasi
pembangunan yang mengaku mengabdikan diri pada
tujuan-tujuan the greatest good for the greatest num-
ber of people, yang merupakan moto utama dari paham
utilitarianisme. Mereka menjadi alat teknokratik dari
kekuatan ekonomi-politik yang mendominasi negara dan
masyarakat. Mereka memerlukan justifikasi atas
perbuatan maupun akibat negatif yang ditimbulkannya.
Segala korban dapat dibenarkan asal demi
Pembangunan. Pembangunan menjadi ideologi yang
membenarkan korban yang bergelimpangan.
Pembangunanisme berusaha menyediakan justifikasi
dan menghindarkan mereka dari rasa bersalah.
Pada masa Indonesia di bawah rejim Orde Baru,
birokrasi otoritarian pemburu rente semacam ini lah
yang ikut andil memasukkan tanah-tanah rakyat dan
kekayaan publik lainnya secara paksa ke dalam sirkuit
produksi kapitalis yang dimiliki perusahaan-perusahaan