Page 147 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 147
128 Land Reform Dari Masa Ke Masa
Berbagai pemikir dan pemikiran agraria di awal masa
kemerdekaan tidak pernah membayangkan bahwa
pemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan HMN
itu akan menggunakan (dan menyalahgunakan)
kewenangan yang besar itu sedemikian rupa sehingga
mengkhianati sifat budiman yang telah dilekatkan dalam
kewenangan yang besar sekali itu.
Namun mereka salah terka. Seperti ditunjukkan
dalam buku kecil ini pada bab VII, VIII dan IX, praktek
dari rejim penguasa Negara Orde Baru memaksimalisasi
peran negara sebagai alat pembangunan Kapitalisme.
Kewenangan yang digenggam pemerintah pusat melalui
konsep HMN itu berakibat bencana bagi rakyat petani
yang menjadi korban perampasan tanah. UUPA tidak
ditempatkan sebagai induk dari perundang-udangan
agraria. Masing-asing sektor diatur oleh perundang-
udangan tersendiri, misalnya Undang-undang No. 5
tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan No. 5/1967 dan Undang-undang No. 11
tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan. HMN yang telah disektoralisasikan itu
menjadi sumber kewenangan yang luar biasa bagi rejim
penguasa, dengan menyingkirkan sifat budiman yang
dahulu telah dilekatkan padanya. Kita menyaksikan tak
henti-hentinya bagaimana perampasan tanah itu
dibenarkan melalui proses yang saya istilahkan
negaraisasi tanah-tanah rakyat, yakni tanah rakyat
dimasukkan dalam kategori sebagai “tanah negara”, lalu
atas dasar definisi “tanah negara” itu, pemerintah pusat
– baik itu Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan
Nasional, maupun Departemen Pertambangan –
memberi hak-hak baru untuk badan-badan usaha
produksi maupun konservasi. Jadi sebagian badan-
badan usaha produksi dan konservasi raksasa itu berdiri
di atas proses penyingkiran rakyat petani dari tanah dan