Page 142 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 142
Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat 123
Partisipasi rakyat, paling jauh, adalah sebagai
komentator atau kritikus pertunjukan. Ajakan
pembaruan cara dan agenda pemerintahan dengan
demikian bersifat mudah-mudahan, penuh harap
pada para pengelola negara yang baru serta pada
ketentuan-ketentuan yang dihasilkannya; sebuah
koor nyaring dari bawah panggung tentang reformasi,
yang tetap takzim pada akar kata itu: perintah.
Pengurusan merupakan suatu konsep tandingan yang
sangat akrab bagi penutur bahasa Indonesia, dan
mengacu kepada konsep pokok yang lebih jitu: urus.
Setelah sejarah membuktikan kegagalan dari
pengelolaan perubahan tanpa-rakyat selama tiga
puluh tahun, penggantian orang, perombakan
dekorasi panggung dan atau skenario baru saja
mengandung resiko kegagalan yang sama, selama
rakyat sendiri tidak aktif dan tidak berkesungguhan
mengurus apa yang menjadi persyaratan
kehidupannya.
Jadi argumen utama dari tulisan reflektif ini adalah
bahwa transformasi birokrasi dari ‘pemerintah’ menjadi
‘pengurus’, yang mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat
banyak di pedesaan dan pedalaman, dan transformasi
posisi rakyat miskin pedesaan dari “penduduk” menjadi
“warga negara”, adalah dua proses yang saling
membentuk satu sama lain.
Kemiskinan Agraria Sebagai Akibat
Kemiskinan agraris itu bukanlah suatu kondisi,
melainkan suatu akibat yang ternyata berpangkal pada
politik agraria, yang memiliki sejarah panjang melebihi
panjangnya umur Republik Indonesia. Memahami
kemiskinan sebagai akibat, akan membimbing kita
94
94 Baru-baru ini pembedaan antar memperlakukan“kemiskinan
sebagai kondisi” dan “kemiskinan sebagai akibat” dikemukakan oleh
David Mosse (2007), seorang antropolog kritis dari School of African
and Oriental Studies (SOAS), University of London.