Page 141 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 141
122 Land Reform Dari Masa Ke Masa
rekayasa sosial tertentu yang dijalankan pemerintah.
Pengertian kewarganegaraan di sini secara luas
dimaksudkan sebagai sebundel hak-hak dasar rakyat
yang memberdayakan diri dan bertindak sebagai agen-
agen perubahan yang diekspresikannya dalam beragam
arena politik tertentu (Lister 1998:228, sebagaimana
dirujuk oleh Jones and Gaventa 2002:6; lihat pula
Gaventa 2010:59-69). Dalam konteks ini, perjuangan
kewarganegaraan dari rakyat miskin pedesaan adalah
pertama-tama perjuangan untuk menjadi subjek yang
memiliki kesadaran kritis dan kekuatan mengubah
nasibnya sebagai objek eksploitasi, penindasan dan
penaklukan (Tauchid 1952, 1953, dan Fauzi 1999).
Lebih jauh, Epilog ini mengajak pembaca untuk
memikirkan bagaimana cara menjadikan pemerintahan
(khususnya birokrasi agraria) sebagai kekuatan sosial
yang mengurus perwujudan keadilan sosial bagi petani
miskin di pedesaan dan pedalaman. Perlu benar dipahami
bahwa menjadikan “Pemerintah” sebagai “Pengurus”
sama sekali bukan perkara mudah. Kebiasaan
memerintah telah menyatu dalam kedudukannya, dan
sudah diterima sebagai sesuatu yang lazim dan alamiah.
Kata “pemerintah” berasal dari kata dasar “perintah”
yang diberi imbuhan “em” sehingga menjadi “p-em-
erintah”, alias pemberi perintah. Hendro Sangkoyo
(2001:1) pernah menulis dengan gamblang sebagai
berikut:
“Pemerintahan” sebagai mitos yang harus diterima
sebagai ketentuan bagi rakyat, yang nyaris diterima
begitu saja dan dianggap bersifat alami. Dalam mitos
yang sekarang masih melekat sebagai wacana publik
itu, pemerintahan merupakan sebuah pertunjukan
tentang bagaimana mengelola sumber-sumber alam,
orang, barang, dan uang, dengan para pengelola
negara sebagai pemain panggungnya, dan rakyat
sebagai pengamat dan pembayar karcis pertunjukan.