Page 137 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 137
118 Land Reform Dari Masa Ke Masa
penyalahgunaan kewenangan pemerintahan oleh Rejim Orde
Baru, khususnya kebijakan-kebijakan pemberian konsesi.
UUPA 1960 memainkan peran penting sebagai acuan resmi
dan inspirasi bagi kalangan aktivis dan akademisi agraria untuk
mengingat kembali visi “Sosialisme Indonesia” dan agenda
land reform. Penulis telah menunjukkan bagaimana dinamika
politik setelah jatuhnya Suharto membuka kemungkinan baru
untuk membawa land reform kembali ke arena kebijakan
formal di tingkat nasional, termasuk yang disuarakan oleh
aktivis dan akademisi agraria melalui seminar dan konferensi,
buku, artikel jurnal, advokasi kebijakan dan kampanye,
demonstrasi dan bentuk lain dari mobilisasi rakyat, dan
lainnya. Satu puncak pencapaian kampanye promosi land
reform adalah dihasilkannya TAP MPR RI No.IX/2001 yang
mengakui bahwa sepanjang orde baru 1967-1998 kebijakan
agraria dan pengelolaan sumber daya alam dijalankan oleh
perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan
bertentangan satu sama lain, dan menghasilkan konflik
agraria dan kerusakan lingkungan yang kronis. Presiden dan
DPR RI dimandatkan mengkaji ulang perundang-undangan
yang bertumpang tindih dan bertentangan satu sama lain
itu, dan menjalankan kebijakan pembaruan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Namun, meski dalam hirarki sistem perundang-
undangan Indonesia TAP MPR RI No IX/2001 ini berada
satu tingkat dibawah UUD, dan setingkat di atas UU, namun
efektifitas pelaksanaannya bergantung pada kekuatan-
kekuatan yang bekerja efektif dalam proses-proses kebijakan
di DPR RI dan badan-badan pemerintahan pusat. Pada
kenyataannya, TAP MPR itu adalah instrumennya para
aktivis dan akademisi agraria menagih badan-badan
pemerintah pusat agar mereka menjalankannya.
Bab akhir dari buku kecil ini diisi oleh yang disebut
“Reforma Agraria” oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kepala BPN yang baru yang diangkat oleh Presiden Susilo