Page 138 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 138
Ringkasan 119
Bambang Yudhoyono pada tahun 2005, Joyo Winoto,
merombak organisasi BPN, peran dan fungsinya, menjadikan
“Reforma Agraria” menjadi orientasi utama dari BPN, dan
secara gencar mempromosikan “Reforma Agraria” sebagai
“mandat politik, konstitusi dan hukum” untuk mengatasi
kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan penguasaan
tanah, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Namun,
usaha menciptakan legislasi yang mengatur pelaksanaan land
reform yang menyeluruh, membentuk kelembagaan
pelaksana yang kuat, dan menjalankan program-program
redistribusi tanah tidak memperoleh dukungan yang memadai
dari pimpinan tertinggi pemerintahan, yakni Presiden
Yudhoyono, koalisi partai politik yang berkuasa di
pemerintahan dan DPR RI. Dalam jaman demokrasi liberal
saat ini, dijalankan atau tidak dijalankannya land reform, tidak
mengganggu bagi keberlangsungan dan reproduksi elite
penguasa politik di DPR RI maupun pemerintahan melalui
pemilu Presiden/Wk.Presiden, DPR/DPRD, maupun pilkada.
Walhasil, walau konflik agraria meletus disana-sini dan protes
agraria tak henti-hentinya diartikulasikan, land reform dalam
pengertian sebagaimana Michael Lipton (2009) maksudkan
tidak menjadi agenda utama pemerintahan nasional. Lebih
jauh dari itu, sektoralisme hukum dan kelembagaan
pemerintahan yang terus dilanjutkan pada akhirnya
membuat yang disebut “Reforma Agraria” menjadi urusan
BPN saja.
Quo vadis kebijakan land reform yang pada mulanya
diniatkan untuk pencapaian keadilan sosial?