Page 87 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 87
68 Land Reform Dari Masa Ke Masa
yang memegang hak tersebut sendiri-sendiri (untuk
penjelasan yang rinci mengenai penggunaan hak-hak
ini, lihat: Gautama and Harsono 1972:64-77; dan
Parlindungan 1990:126-160). 53
Setelah Suharto dipilih kembali oleh MPR RI untuk
kelima kalinya di tahun 1988 ia membuat sebuah
keputusan untuk meninjau ulang status, tugas, dan
fungsi dari Direktorat Jenderal Agraria, Departemen
Dalam Negeri, dan meningkatkan Direktorat Jenderal
tersebut menjadi sebuah badan yang menangani sektor
pertanahan secara nasional. Alasan resmi mengenai
keputusan untuk membuat apa yang disebut Badan
Pertanahan Nasional (BPN), adalah (a) “bahwa dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, adanya kebutuhan,
penguasaan, dan penggunaan tanah pada umumnya
termasuk untuk kepentingan pembangunan dirasakan
makin meningkat;” dan (b) “bahwa dengan
meningkatnya kebutuhan, penguasaan, dan
penggunaan tanah terutama untuk kepentingan
pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
meningkat pula permasalahan yang timbul di bidang
pertanahan” (bagian Pertimbangan dari Keputusan
berencana membangun perumahan, unit-unit perumahan
individu tersebut bisa diberikan dengan hak guna bangunan
atau hak pakai yang baru. Hukum terkait tidak menyebutkan
batas waktu yang pasti untuk hak pakai. Hak Pengelolaan hanya
bisa diberikan kepada sebuah badan hukum yang memiliki tugas
strategis-fundamental dan fungsinya berjalan bersama dengan
hak tanah. Untuk rincian lebih lanjut, lihat: Gautama dan Budi
Harsono (1972:64-77), dan Parlindungan (1990:126-160).
53 Ada juga sebuah jenis khusus dalam kebijakan
pengambilalihan tanah yang digunakan Direktorat Jenderal
Agraria untuk program pemindahan penduduk dari pemerintah,
yang secara resmi disebut program transmigrasi, tapi kebijakan
tersebut berdampak pada lahan-lahan di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Papua yang disebut pulau-pulau luar yang dibuka
untuk merelokasi penduduk desa dari Jawa, Bali, dan Kepulauan