Page 57 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 57

dan memfasilitasi  persoalan-persoalan lapangan  dan  sekali lagi
            menegaskan  bahwa  fokus pemberdayaan  mengacu pada  subjek
            (manusia),  bukan  terhadap objek  (tanah)  atau aspek  (ideologi,
            politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, hak atas tanah, pertahanan
            keamanan, bahkan lingkungan hidup).


            3.  GEDSI dalam Penataan Akses
                Kelompok  rentan,  termasuk  perempuan dan disabilitas,  sering
            terpinggirkan  dalam  agenda-agenda  pembangunan.  Bentuk-bentuk
            peminggiran itu mengemuka dalam 1) pembatasan peran perempuan
            sebagai akibat tatanan dan pranata sosial budaya, bahkan perempuan
            dalam kelas  sosial  yang  sama  dengan laki-laki juga lebih  rentan
            mengalami ketidakadilan (Mukherjee 2022 dan Muryani et al. 2023); 2)
            ketidaksetaraan dalam kepemilikan aset dan pendapatan perempuan
            dibandingkan laki-laki  sebagai  gender  dominan (Agarwal 2016  cit.
            Mukherjee 2022 dan Rahayu 2023); 3) beban kerja yang lebih berat
            karena memikul tanggungjawab domestik (rumah tangga) sekaligus
            publik (nafkah,  sosial,  budaya)  sebagai  akibat  tatanan  dan nilai
            masyarakat membebankan kerja domestik sebagai kewajiban mutlak
            bagi  perempuan (Akram-Lodhi 1996); 4)  perempuan  dikondisikan
            lemah  dalam  pengambilan keputusan (Deree 1995),  dan 5)  dalam
            situasi konflik (termasuk konflik  agraria),  perempuan merupakan
            korban utama dengan situasi paling parah baik secara fisik maupun
            mental (Kawit 2021).
                Di sisi lain, hari Disabilitas Internasional (International Day of
            People with Disabilities/IDPWD) yang diperingati setiap 3 Desember
            merupakan momentum untuk mengingatkan dunia bahwa disabilitas
            merupakan keragaman masyarakat—istilah disabilitas (disability, dis:
            tanpa,  ability: kemampuan) mengalami  perkembangan, hingga  era
            1980-an di Indonesia masih lazim menggunakan istilah penyandang
            cacat, paradigma yang melatari kemunculan istilah ini ialah kecacatan,
            ketidakmampuan, ketidakpunyaan (tuna), kemudian pada era 1990
            para aktivis gerakan sosial mempromosikan istilah baru yaitu difabel
            (diffrerently abled  people)  sebagai kritik  atas konsep kecacatan;
            Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada 2011 jumlah


            42    REFORMA AGRARIAN INKLUSIF:
                  Praktik Penataan Akses Rumah Gender dan Disabilitas
                  di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62