Page 305 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 305
Ahmad Nashih Luthfi
Political and International Studies, The Flinders Asia Center,
Flinders University, Adelaide, Australia; dan Hiroyoshi Kano,
D.Ec. Professor at The Institute of Oriental Cul-ture, University
of Tokyo, Tokyo. Ditambah dengan dukungan dari dalam negeri
lainnya.
Sebagai contoh, Benjamin White menyatakan,
“Through his teaching, his writing and conference presentations, and
through the numerous occasions on which he has been asked to supervise or
advise the research activities of others, he has been an inspiration to a huge
number of young scholars and activists, both Indonesian and foreign, since
1980s. he is respected and influential in both university, NGO activist
and policy-making circles. I can not think of any major forum on Indonesian
agrarian reform to which he has not been invited, as resources person and/or
keynote speaker, to share his knowledge and insights”. 111
Mengkaji sepak terjang Gunawan Wiradi tidak saja menya-
darkan tentang pentingnya menekuni kembali persoalan agraria
Indonesia, namun juga mengingatkan untuk menghimpun (lagi)
warisan-warisan pemikiran terdahulu. Hal ini penting agar tudu-
han bahwa sejarah kesarjanaan Indonesia berjalan terputus-putus
(tidak terakumulasi, tidak juga menjadi himpunan pengetahuan
yang otoritatif), menjadi tidak terbukti. 112 Jika tidak demikian,
suatu pengetahuan akan tercerai berai dan akan menjadi tidak re-
levan sebelum ia kokoh. Ia akan hilang begitu saja.
Pengetahuan yang terakumulasi dan otoritatif akan berguna
bagi komunitas semasanya dan dapat dihidupkan kembali (dire-
vitalisasi) oleh generasi selanjutnya tatkala masih ditemukan ur-
gensitas dan relevansinya.
111 Surat endorsement yang ditujukan kepada Prof. Dr. Ir. Sajogyo tentang
rencana penganugerahan DR. HC. Gunawan Wiradi. Surat tertanggal 22 Agustus,
2008.
112 Sindiran tidak terakumulasinya pengetahuan keilmuan sosial di Indo-
nesia sehingga wacana apapun dianggap baru dan para pemikir sibuk dengan ke-
gelisahannya sendiri tanpa merujuk pada apa yang sudah dibangun sebelumnya,
sehingga pengetahuan tidak menjadi “kekuatan sejarah”, adalah pernyataan
Kuntowijoyo. Lihat, “Integritas Sains Sosial dan Nilai-nilai Islam: Sebuah Upaya
Perintisan”, dalam Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi
(Bandung: Mizan, 1999 [cetakan ix]), hal. 322.
252

