Page 121 - Dinamika Pendaftaran Tanah Adat di Kampung Naga
P. 121
Hak Milik. Hal itu dikarenakan kekhawatiran Kuncen yang takut jika
Tanah Ulayat Kampung Naga diberikan Hak Milik bisa diperjual belikan
ke pihak lain dan akan mengancam keeksistensian Kampung Naga.
Kuncen mengatakan Kampung Naga merupakan kampung adat satu-
satunya yang masih tersisa dan eksis di Indonesia, dimana keberadaannya
di tengah-tengah keramaian kota. Oleh karena itu, rencana pemberian
hak di Tanah Ulayat Kampung Naga ini yaitu Hak Pengelolaan.
Cerita Kampung Naga hampir sama dengan di Bali, maupun
masyarakat Minang di Sumatera Barat. Di Bali, terdapat upaya untuk
memberikan status hak milik kepada Desa Adat (Desa Pakraman) oleh
otoritas yang menerbitkan sertipikat tanah di wilayah tersebut. Permintaan
ini diajukan oleh Desa Pakraman untuk memperoleh hak milik atas tanah
adat di Provinsi Bali. Di wilayah lain, seperti di Sumatera Barat, tanah
adat lebih dikenal dengan sebutan Tanah Ulayat yang telah mendapatkan
pengesahan secara resmi oleh pemerintah daerah, mulai dari tingkat
provinsi hingga tingkat desa. Tanah Ulayat di Sumatera Barat terbagi
menjadi empat jenis, yaitu Tanah Ulayat nagari, Tanah Ulayat suku, Tanah
Ulayat kaum, dan Tanah Ulayat rajo. Otoritas Badan Pertanahan Nasional
(BPN) memberikan berbagai status hak atas Tanah Ulayat ini, seperti hak
milik untuk ulayat suku dan kaum, hak pakai untuk Tanah Ulayat nagari
dan ulayat rajo, hak guna usaha untuk Tanah Ulayat nagari, serta hak
pengelolaan untuk Tanah Ulayat nagari dan ulayat rajo. Beragamnya status
hak tanah di kedua daerah tersebut memberikan wawasan menarik tentang
status hak mana yang paling sesuai dengan hukum tanah nasional. Tanah
Ulayat Kampung Naga bisa saja diberikan Hak Milik atas Tanah Ulayat
seperti di daerah Bali, akan tetapi keinginan Kuncen bahwa Kampung
Naga hanya boleh diberikan Hak Pengelolaan karena suatu kekhawatiran
terhadap keeksistensian Tanah Ulayat Kampung Naga.
Warga Kampung Naga juga tetap mematuhi kewajiban mereka
sebagai Warga Negara Indonesia dengan membayar pajak. Mereka tidak
mengenal alas hak atau dasar perolehan hak. Menurut mereka Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB)
sudah menjadi dasar penguasaan dan kepemilikan suatu bidang tanah.
Begitu juga dengan alas hak Tanah Ulayat Kampung Naga yang hanya
102 Dinamika Pendaftaran Tanah Adat
di Kampung Naga