Page 564 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 564
Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007
Dirjen, Gubernur, Pimpro sampai dengan Camat dan
manajer koperasi di desa. Mengapa, karena istilah-
istilah tersebut tak boleh sampai kehilangan ’makna’
sejatinya hanya karena tereduksi menjadi alat social en-
gineering belaka.
5. Mengapa demikian ?, karena tantangan yang senantiasa
harus mampu dijawab para cendekiawan dalam peranan
tersebut adalah memastikan soal tanggung jawab mere-
ka, secara moral, dan profesional maupun sosial: kepen-
tingan siapa yang yang harus mereka dahulukan. Apa-
kah cendekiawan hanya melayani kepentingan elite
nasional tertentu saja, atau hanya mengikuti kepen-
tingan kelompok penekan (pressure group) saja, atau
hanya mengikuti kaedah-kaedah ilmu positivistik
dengan dalih ’ilmu bebas nilai’ ?
Pendidikan Tinggi Agraria: Melahirkan Cendekiawan-
Teknokrat yang Bukan Sekedar Berkemahiran (Kasus
STPN)
1. Di Indonesia tak banyak perguruan tinggi yang mengu-
sung agraria sebagai pokok keilmuan yang ditekuni.
Kalau toh ada lebih terpusat pada masalah pertanahan/
agraria dalam pengertian teknis-fisik belaka seperti
misalnya yang ada di lingkungan Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan Pertanian di IPB Bogor.
Di perguruan tinggi lain ada juga yang menekuni ilmu
administrasi tanah di tingkat pascasarjana semisal di
ITB dan perguruan tinggi lain yang menekuni bidang
geodesi semisal di UGM Yogyakarta.
2. Pertanyaan berikut adalah apakah kita memerlukan juga
517

