Page 72 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 72
Tidak jarang juga, pemerintah menggunakan dalil peremajaan
kota, dengan cara menggusur pemukiman kumuh yang berada di
bantaran sungai, disertai dengan program ganti rugi seperti upaya
relokasi ke bangunan rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa),
namun sayangnya banyakyang tidak berlanjut atau terbengkalai
karena minimnya fasilitas umum maupun fasilitas sosial yang tidak
memadahi. Selain itu kendala dari relokasi tersebut karena warga yang
tinggal di rusunawa tersebut menjadi jauh dari tempat kerjanya, inilah
yang senantiasa pemerintah lupa untuk memikirkannya. Dahulu
mereka tinggal dirumah bobrok, yang dapat digunakan sebagai
tempat tambal ban dipinggir jalan besar, namun setelah direlokasi
mereka tidak mempunyai tempat untuk membuka usaha baru, atau
tempat usaha baru yang disediakan jauh dari jangkauan konsumen.
Inilah yang tak jarang membuat program relokasi tersebut gagal,
karena semakin menjauhkan masyarakat kecil dari ruangnya mencari
penghidupan.
Tak jarang pula, pemerintah memberikan izin pembangunan
kepada investor di atas tanah-tanah yang termasuk dalam lingkungan
kumuh dengan alasan menertibkan atau penataan ruang, hal ini
karena investor biasanya mempunyai kekuatan untuk menggusur
warga-warga yang dulunya tinggal di tempat tersebut.Akibat
pembangunan yang berlangsung saat ini, ruang-ruang yang dahulu
ditempati oleh warga masyarakat di lingkungan kumuh tersebut,
yang dahulu bebas menjadi ruang publik, dimana dapat digunakan
sebagai tempat berkumpul, bermain, sekaligus mencari nafkah
tergantikan menjadi bangunan tinggi menjulang yang angkuh. Tak
ayal, semakin lama ruang publik habis terkikis tergantikan oleh
ruang publik yang malah justru sebagian besar masyarakat kecil tidak
dapat memasukinya. Ia hanya bisa dimasuki oleh kalangan-kalangan
Tak Berpihaknya Pembangunan Pada Rakyat 57