Page 13 - Janji di Ujung Jarak S1
P. 13

habisin waktu lebih lama sama kamu.”
                   Tanpa banyak bicara, Asep mengarahkan motornya ke jalan yang lebih panjang, melewati gang-
                   gang  kecil  yang  sepi  dan  jalanan  berkelok  yang  dihiasi  cahaya  lampu  temaram.  Udara  dingin
                   menusuk kulit, tetapi kehangatan yang mereka rasakan jauh lebih kuat.
                   Sepanjang perjalanan,  tangan Aip  tetap melingkari  pinggang Asep. Tak ada  yang  ingin mereka
                   katakan, karena kebersamaan ini sudah lebih dari cukup. Kadang Asep menepuk lembut tangan Aip
                   di pinggangnya, memberi isyarat bahwa ia ada di sana, bahwa mereka sedang menikmati momen
                   yang sama.
                   “Aip,” ujar Asep pelan setelah beberapa menit berlalu. “Aku nggak tau ini bakal sampai kapan, tapi
                   aku harap kita bisa kayak gini terus.”
                   Aip tersenyum di balik punggung Asep. “Aku juga pengen gitu, Sep. Selama kita bareng, aku nggak
                   peduli waktu mau sampai kapan.”
                   Asep menarik napas panjang, seolah ingin menghirup kebahagiaan itu lebih dalam. “Kamu tahu
                   nggak? Kadang aku mikir, kenapa ya kita nggak ketemu lebih cepat?”
                   “Kalau ketemu lebih cepat, mungkin kita nggak bakal seakrab ini,” jawab Aip dengan suara pelan.
                   Asep  tertawa  kecil.  “Iya  juga  sih.  Tapi  aku  tetap  bersyukur  kita  ketemu  sekarang.  Kamu  bikin
                   hidupku jadi lebih lengkap.”
                   Aip merasa dadanya hangat mendengar kata-kata itu. Ia tidak pernah membayangkan seseorang
                   bisa membuatnya merasa begitu berarti.
                   “Sep, makasih ya…” bisik Aip.
                   Asep  mengangguk  pelan.  “Aku  yang  makasih.  Kamu  bikin  aku  percaya  kalau  kebahagiaan  itu
                   sederhana. Cukup bareng sama orang yang… spesial.”
                   Mereka melaju perlahan di jalanan yang sepi, membiarkan waktu berjalan tanpa mereka pedulikan.
                   Malam itu, dunia terasa hanya milik mereka berdua. Tidak ada kata-kata yang bisa sepenuhnya
                   menggambarkan perasaan mereka, tetapi genggaman hangat dan kebersamaan itu sudah lebih
                   dari cukup.
                   ---

                   Pergolakan Batin di Tengah Kebersamaan

                                   Asep dan Aip terus melaju di jalanan yang sunyi. Lampu jalan hanya sesekali menerangi
                   mereka, menciptakan bayang-bayang yang berkelindan di permukaan aspal. Udara malam semakin
                   menusuk,  namun  kehangatan  tubuh  Asep  tetap  terasa  jelas  di  hadapan  Aip.  Pelukan  Aip  di
                   pinggang Asep terasa semakin erat, seolah ia takut momen itu akan menghilang begitu saja.
                   Asep menarik napas panjang. Ada sesuatu yang berputar-putar di kepalanya, sesuatu yang tak bisa
                   ia abaikan. Rasa nyaman dan kedekatan dengan Aip membuat hatinya berdesir lebih cepat dari
                   biasanya. Tanpa sadar, tangannya bergerak ke belakang, menggenggam lembut tangan Aip yang
                   melingkar di pinggangnya.
                   “Aip…”  bisik Asep pelan, hampir tak terdengar di tengah desiran angin.
                   “Hm?”  jawab Aip, suaranya lembut, kepalanya masih bersandar di bahu Asep.
                   Asep mengusap punggung tangan Aip dengan ibu jarinya, seolah menimbang-nimbang sesuatu.
                   Perasaannya  bercampur  aduk  antara  ingin  melangkah  lebih  jauh  dan  takut  akan  merusak
                   kebahagiaan yang mereka miliki.
                   Dalam kebingungan itu, Asep menoleh sedikit dan mengecup pipi Aip dengan lembut. Bibirnya
                   hanya menyentuh kulit pipi Aip sebentar, tetapi cukup untuk membuat jantung Aip berdetak lebih
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18