Page 15 - Janji di Ujung Jarak S1
P. 15

dari Asep muncul.
                   Asep: "Maaf ya, Aip. Aku janji bakal lebih hati-hati. Makasih buat malam ini. Tidur yang nyenyak."
                   Aip: "Nggak apa-apa, Sep. Makasih juga udah ngerti aku. Selamat tidur   ."



                   Aip menatap layar ponselnya sambil tersenyum. Hatinya masih penuh kebingungan, tetapi juga
                   penuh dengan kebahagiaan. Ia memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam pikiran
                   tentang Asep.
                   Malam itu, meski hati mereka berdua sedang berjuang untuk memahami perasaan masing-masing,
                   satu hal yang pasti: mereka sama-sama berharap kebersamaan ini akan terus berlanjut.
                   ---

                   Mengatasi Jarak di Antara Kita

                               Hari-hari  berlalu  setelah  malam  itu.  Meski  mereka  masih  rutin  berkomunikasi  melalui
                   WhatsApp,  ada  sesuatu  yang berbeda. Aip merasa  kata-kata  mereka tak lagi mengalir dengan
                   bebas seperti sebelumnya. Balasan Asep terasa lebih hati-hati, sementara Aip sering kali ragu untuk
                   memulai percakapan. Keduanya seolah berjalan di atas lapisan tipis kaca, takut jika satu langkah
                   salah, hubungan mereka akan retak.
                   Malam itu, ketika Aip sedang duduk di kamarnya dengan ponsel di tangan, sebuah pesan dari Asep
                   muncul.
                   Asep: "Aip, kita bisa ketemu nggak? Aku pengen ngobrol langsung."
                   Aip membaca pesan itu berulang kali. Jantungnya berdebar. Ia tahu bahwa mereka butuh bicara,
                   bahwa ada hal yang harus diselesaikan agar hubungan mereka tidak terus seperti ini.
                   Aip: "Boleh, Sep. Kapan?"
                   Asep: "Besok sore, kalau kamu ada waktu."
                   Aip: "Iya, besok sore aku bisa."
                   ---
                   Pertemuan yang Canggung
                                     Keesokan harinya, Asep datang menjemput Aip seperti biasa. Namun kali ini, suasana
                   terasa berbeda. Mereka hanya bertukar senyum singkat dan sepatah dua patah kata. Saat Aip naik
                   ke motor dan duduk di belakang Asep, ia ragu untuk memegang pinggang Asep seperti biasanya.
                   Asep menyalakan mesin motor, lalu bertanya pelan,  “Pegangan, ya?”
                   Aip mengangguk dan dengan canggung menyentuh pinggang Asep, namun genggamannya longgar.
                   Motor melaju pelan,  membelah jalanan  sore yang  lengang.  Di tengah perjalanan, hanya  suara
                   mesin motor dan angin yang mengisi keheningan.
                   Setelah beberapa menit, Aip akhirnya membuka suara.  “Sep…  Gimana kalau kita ngobrol di

                   taman deket rumah sakit?” Asep menoleh sedikit, suaranya lembut. “Di sana nggak terlalu rame,
                   ya?”
                   “Iya,”  jawab Aip.  “Biar kita lebih leluasa ngobrol.”
                   “Baik,”  sahut Asep sambil mengangguk.
                   ---

                   Di Taman yang Sepi
                                 Taman dekat rumah sakit itu adalah tempat kecil yang jarang dikunjungi orang. Beberapa
                   bangku taman tersusun rapi di bawah pohon rindang, dan suara burung sore terdengar samar-
                   samar. Matahari mulai meredup di ujung cakrawala, memberikan cahaya oranye yang hangat.
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20