Page 10 - Janji di Ujung Jarak S1
P. 10
Asep menatap Aip dengan mata yang penuh kelembutan. “Aku yang harusnya makasih. Malam ini
seru banget. Kalau nggak ketemu kamu, mungkin aku cuma bengong di rumah aja.”
Aip tersenyum malu, memainkan ujung jaket yang ia kenakan. Hatinya dipenuhi perasaan hangat
yang sulit ia jelaskan.
“Eh, jaketmu—” Aip mulai melepas jaket itu.
“Nggak usah. Kamu pake aja dulu,” potong Asep cepat. “Besok atau kapan-kapan kita ketemu lagi,
baru balikin.”
Aip menatap Asep, matanya berbinar. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Kata-kata itu bergema di
hatinya.
“Ya udah, aku masuk dulu, ya,” kata Aip pelan, suaranya sedikit bergetar.
Asep mengangguk sambil tersenyum. “Iya. Hati-hati masuknya.”
Aip melangkah menuju gerbang kecil rumahnya. Sebelum membuka pintu, ia menoleh ke belakang.
Asep masih di sana, duduk di atas motornya, tersenyum lembut sambil memandangnya.
“Selamat malam, Aip,” ucap Asep dengan suara lembut, hampir seperti bisikan.
“Selamat malam, Sep,” balas Aip sebelum akhirnya masuk ke halaman rumahnya.
Asep menyalakan mesin motor, suaranya membelah keheningan malam. Perlahan, Asep mulai
melaju, bayangannya semakin lama semakin kecil hingga akhirnya hilang di tikungan jalan. Aip
berdiri sejenak di depan pintu rumahnya, menghela napas panjang sambil memeluk jaket Asep
yang masih ia kenakan.
---
Percakapan Singkat di WhatsApp
Setelah masuk ke kamarnya, Aip merebahkan diri di tempat tidur, senyum masih terpatri
di wajahnya. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Asep muncul di layar.
Asep: "Udah masuk rumah, kan? "
Aip: "Udah, Sep. Kamu udah sampai rumah juga?"
Asep: "Baru aja nyampe. Hati rasanya adem banget setelah malam ini."
Aip: "Aku juga seneng banget. Makasih ya, Sep."
Asep: "Sama-sama. Janji, kita ketemu lagi secepatnya. Jangan lupa pake jaketnya biar nggak
kedinginan. Selamat tidur, Aip."
Aip: "Iya, Sep. Selamat tidur juga."
Aip meletakkan ponselnya di dada. Jantungnya masih berdebar kencang, tetapi bukan karena
gugup—melainkan karena kebahagiaan yang meluap-luap. Ia memejamkan mata, membayangkan
senyum Asep, suara tawanya, dan bagaimana hangatnya jaket yang masih membalut tubuhnya.
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Aip merasa bahwa dunia baik-baik saja. Ia merasa
diterima, dihargai, dan yang terpenting, ia merasa tidak sendirian.
Sambil memeluk jaket Asep erat-erat, bibir Aip membentuk senyum kecil sebelum akhirnya ia
tertidur, pikirannya dipenuhi sosok Asep. Di tempat lain, Asep juga tertidur dengan senyum serupa,
membayangkan Aip dan momen-momen indah yang baru saja mereka lalui.
Malam itu, mereka tertidur dengan perasaan saling memiliki, meski belum ada yang terucap.
---
Bagian 8: Kebahagiaan yang Tak Terucap
Hari-hari setelah pertemuan pertama itu berlalu dengan penuh kebahagiaan bagi Aip
dan Asep. Setiap pagi, Aip bangun dengan senyum yang terukir di wajahnya, membuka ponsel dan