Page 31 - Janji di Ujung Jarak S1
P. 31
ombak kecil yang terbentuk seakan membawa kenangan-kenangan manis bersama Asep.
Kenangan yang menjadi satu-satunya sumber kekuatannya untuk bertahan.
Meski hatinya dipenuhi kesepian, Aip tetap datang ke taman itu, hari demi hari. Seolah dengan
duduk di tempat yang sama, ia bisa merasakan kehadiran Asep di sisinya, meskipun hanya sebatas
kenangan.
---
Ketika Harapan Mulai Runtuh
Bulan demi bulan berlalu. Waktu terasa seperti berjalan lambat untuk Aip. Perasaan
sayangnya pada Asep tidak pernah berubah meskipun jarak dan kesepian terus menyiksa. Setiap
hari, Aip berusaha menjalani hidup seperti biasa, tetapi hatinya selalu menunggu kabar dari Asep.
Ponsel yang ia genggam terasa lebih berat dari sebelumnya, seakan-akan memuat beban dari
harapan yang tak kunjung terpenuhi.
Asep tidak lagi mengirim pesan seperti dulu. Balasan dari Asep semakin jarang, dan kadang hanya
berupa balasan singkat tanpa kehangatan. Meski begitu, Aip masih sering membuka kontak Asep,
berharap ada perubahan. Satu-satunya cara untuk merasa dekat dengan Asep hanyalah melihat
status WhatsApp-nya.
---
Kejutan yang Menyayat Hati
Suatu malam, saat Aip sedang duduk di meja belajarnya, ponselnya bergetar pelan.
Sebuah notifikasi status baru dari Asep muncul di layar. Dengan jantung berdebar, Aip membuka
status itu. Namun, apa yang ia lihat membuat darahnya seakan berhenti mengalir.
Foto Asep sedang berdiri di sebuah kafe, tersenyum lebar bersama seorang laki-laki lain. Mereka
tampak begitu dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Mata Asep
memancarkan kebahagiaan yang jarang dilihat Aip dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada
caption atau kata-kata yang menjelaskan hubungan mereka, tetapi keintiman dalam foto itu
bercerita lebih banyak dari sekadar kata-kata.
Aip menatap layar ponselnya dengan mata membesar. Tangannya gemetar, napasnya tercekat.
Hatinya terasa seperti diremas hingga hancur berkeping-keping. Satu pikiran terus berputar di
kepalanya: “Siapa laki-laki itu?”
Dengan tangan yang lemah, Aip menggeser layar untuk melihat status berikutnya. Foto lain
muncul—Asep dan laki-laki itu sedang duduk di bangku taman, tertawa bersama, seolah dunia
hanya milik mereka. Latar tempat yang berbeda, tetapi ekspresi bahagia yang sama.
Air mata mulai mengalir di pipi Aip. Rasa sakit itu begitu nyata, seperti pisau yang menusuk hatinya
tanpa ampun. Keraguan yang selama ini ia pendam, kini seolah menemukan jawabannya dalam
gambar-gambar itu.
---
Dalam Diam, Hati yang Hancur
Aip mematikan layar ponselnya dan meletakkannya di meja. Ia menutup wajah dengan
kedua tangannya, tubuhnya bergetar hebat. Isak tangis pecah dalam keheningan kamarnya. Rasa
kecewa, marah, sedih, dan putus asa bercampur menjadi satu.
“Kenapa, Sep…?” bisiknya pelan. “Apa ini alasan kamu menjauh dariku?”