Page 134 - Ayah - Andrea Hirata
P. 134

Ayah ~ 121


                 “Hati-hati kalau bicara, Kun! Banyak orang masuk pen-

            jara gara-gara saksi salah menyebut nama! Lain waktu teliti
            dulu baru bicara!”
                 “Baiklah, Ri, nanti kuperiksa dulu.”
                 “Apa katamu? Marlena?”
                 Setiap Sabtu sore Sabari menghabiskan waktu di taman

            balai kota karena kata orang Sabtu sore Marlena dan sekong-
            kol-sekongkolnya suka nongkrong di taman balai kota. Se-
            perti ketika masih SMA dulu, Ukun dan Tamat gemas, benci
            sekaligus kasihan dengan Sabari. Adakalanya Ukun mengan-
            cam, “Jiwamu sudah dikecoh cinta. Waspada, Ri, bisa-bisa
            kau kena gangguan jiwa,  masuk Panti  Amanah  pimpinan
            Doktoranda Ida Nuraini!”
                 Sabari pucat. Itulah yang paling ditakutkannya.

                 “Mau?!”
                 “Tidak mau, Kun.”
                 “Maka, perbaiki dirimu! Lihatlah, Lena telah membuat-
            mu opsedon!”
                 Barangkali maksudnya up side down, jungkir balik.

                 “Baiklah, Kun.”
                 “Kalau masih kau sebut-sebut nama perempuan itu, ku-
            laporkan kau sama Doktoranda Ida Nuraini!”
                 “Jangan, Kun.”
                 “Mulai sekarang hapus nama perempuan  itu!” Sabari
            ragu, Ukun geram.
                 “Hapus nama perempuan itu!” Ukun tak main-main.
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139