Page 139 - Ayah - Andrea Hirata
P. 139

126 ~ Andrea Hirata


              Sabari menggeleng.

              “Mbak Yu, kataku,” Ukun menggambarkan pembicara-
          annya dengan Mbak Yu, “selama lampu PLN masih sering
          mati, lelaki tampan dan jelek tak ada bedanya! Dia tertawa,
          Ri! Ai, berderai-derai tawanya, Boi!”
              Ukun pun tertawa, Tamat tertawa, Sabari menggeleng.
              “Dari gerak lakunya, aku tahu dia tertarik!”
              Sabari menggeleng-geleng.
              “Kau tahu artinya kalau perempuan  memutar-mutar
          cincinnya?” tanya Tamat. Sabari menggeleng.

              “Itu artinya dia ingin tahu!”
              “Begitukah?”
              “Ya.”
              “Kau tahu artinya kalau  pria  memutar-mutar  cincin-
          nya?” tanya Tamat lagi.
              “Tidak.”
              “Artinya tunggulah kehadiran pria itu di pegadaian.”
              Ukun tertawa, Tamat tertawa, Sabari menggeleng.
              Dan, berkenalanlah Sabari dengan Mbak Yu. Namun,
          hanya sebentar sebab hampir muka Sabari kena siram jamu
          kuat lelaki rasa jahe lantaran berulang-ulang memanggil tu-
          kang jamu itu Marlena, padahal namanya Suminem. Kalau

          diselidiki secara saksama melalui ilmu linguistik, memang su-
          sah melihat kemiripan antara dua nama itu. Dalam kaitan itu,
          ke-muntab-an Mbak Yu sangatlah bisa dimaklumi.
              Melalui Ukun juga, Sabari berkenalan lagi dengan Yu-
          yun,  penjaga kebun  binatang kabupaten  di bagian hewan
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144