Page 143 - Ayah - Andrea Hirata
P. 143

130 ~ Andrea Hirata


          tuannya untuk memanggul belanjaan. Namun, hingga siang

          berdiri menunggu, tak seorang pun memerlukan bantuannya.
              Hampir tengah hari, panas, Amiru haus dan lapar. Bu-
          nyi trompet tukang es membuatnya semakin haus. Nun di
          sana dilihatnya bus mini berhenti di depan sebuah toko. Dari
          bus itu keluar gadis-gadis muda bertopi lebar, berkacamata
          hitam, berkaus tipis, bercelana pendek. Mereka adalah turis,
          dan mendadak Amiru terpikir akan sesuatu.
              Dia pergi ke toko itu. Kakak-kakak penjaga toko suvenir
          itu telah dikenalnya. Kata mereka, juragan toko itu menerima

          siapa pun yang mau bekerja membuat suvenir. Upahnya ber-
          dasarkan jumlah suvenir yang dibuat.
              Amiru melonjak. Dia telah menemukan pekerjaan yang
          ditunggu-tunggunya. Siang itu pula dia langsung bekerja. Da-
          lam satu jam dia bisa membuat dua puluh gantungan kunci,
          padahal pegawai yang sudah lama bekerja di situ jarang da-
          pat membuat lebih dari sepuluh.
              Amiru pulang mengayuh sepeda sambil bersiul-siul. Se-
          nin nanti sekolahnya mulai libur, dia dapat bekerja seharian.
          Benar  kata  ayahnya,  malaikat-malaikat  turun untuk melihat  niat
          yang baik.
              Amiru menghitung, jika dalam sehari dia bisa membuat

          tiga ratus gantungan kunci, jumlah upahnya tepat pada hari
          siaran radio yang ditunggu ayahnya nanti, akan cukup untuk
          menebus radio ayahnya di kantor gadai.
              Amiru bekerja dengan kecepatan yang membuat jura-
          gannya tercengang. Tak pernah ada orang bekerja sekeras
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148