Page 144 - Ayah - Andrea Hirata
P. 144
Ayah ~ 131
Amiru. Pada hari pertama dia tak bisa mencapai angka tiga
ratus, tetapi hari-hari berikutnya dia melampauinya.
Membuat gantungan kunci meliputi pekerjaan memo-
tong, mengikir, melubangi, dan mengasah berbagai benda,
mulai dari tempurung kelapa sampai pelat besi. Amiru me-
ngerjakan semuanya dengan cepat dan teliti. Jari-jarinya me-
lepuh. Tangannya penuh balutan plester.
Pada hari siaran radio itu, diam-diam Amiru mengambil
kuitansi gadai. Usai bekerja sepanjang siang dan menerima
upah terakhir, langsung dia ngebut bersepeda ke ibu kota ka-
bupaten.
Angin kencang melawan laju sepeda sehingga kancing-
kancing bajunya terlepas. Berkali-kali dipegangnya tas yang
disandangnya, untuk memastikan uang hasil kerja kerasnya
masih ada di situ. Senyumnya tak henti mengembang karena
membayangkan apa yang akan dialami ayahnya nanti ma-
lam.
Akhirnya, dia sampai ke kantor gadai. Diparkirnya sepe-
da lalu berjalan menuju pintu masuk. Kasir terkejut melihat
uang-uang kertas yang kumal dan segunung uang logam di-
tumpahkan anak kecil itu ke atas meja.
“Maaf, Ibu, kalau aku tak salah hitung, semuanya sejuta
enam ratus ribu rupiah, jika kurang, kabari aku, jika lebih,
biarlah, kelebihannya kusumbangkan pada negara.” Amiru
tersenyum sambil menyerahkan kuitansi gadai.
Ibu kasir terpana melihat jari-jarinya terbalut plester.
Diamatinya lengan Amiru yang keras, urat-uratnya bertim-

