Page 149 - Ayah - Andrea Hirata
P. 149

136 ~ Andrea Hirata


          laksamana,  bahkan tak dapat menggerakkan  selembar  pun

          daunnya.
              Sepasang burung terakup yang tadi kehujanan berteng-
          ger malas di dahan pohon santigi. Burung yang berpembawa-
          an murung itu tampak semakin melankolis karena sayapnya
          basah. Para  pegawai warung duduk menatap laut dengan

          wajah kuyu, mengutuki hujan dalam hati, bosan seharian me-
          nunggu pembeli es kelapa muda yang datang satu-dua, dan
          mereka, burung camar dan terakup tadi, serta siapa pun yang
          berada di pantai, sama sekali tak menduga sesuatu yang luar
          biasa akan terjadi.
              Tiba-tiba langit berubah menjadi biru, pantai menjadi
          biru, pasir dan batu-batu menjadi  biru. Bahkan, kambing-
          kambing di padang dekat pesisir menjadi  biru, rumputnya

          juga, gembalanya juga. Semuanya biru, megah, memesona,
          misterius.
              Sesekali keajaiban alam yang menakjubkan itu terjadi
          di pantai barat Belitong. Namun, hanya sekitar Februari dan
          hanya sekejap, tak lebih dari satu menit. Menurut para ahli,

          fenomena itu—mereka menyebutnya blue moment—terjadi ka-
          rena posisi matahari, rotasi bumi, lapisan uap air di udara
          setelah hujan, temperatur, pembiasan cahaya, dan hal-hal
          yang semakin kujelaskan, kau akan semakin bingung, Kawan,
          sebab sebenarnya aku tak begitu mengerti.
              Orang kampung  menyebutnya  saat langit menjadi  biru,
          konon telah berusia  lebih tua daripada  usia umat manusia
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154