Page 153 - Ayah - Andrea Hirata
P. 153

140 ~ Andrea Hirata


          Februari dia melihat senja yang megah. Warna merah dan

          jingga pecah di angkasa.
              Malam pertama Maret, Sabari  tak bisa tidur. Semua
          upaya untuk mendapatkan dan melupakan Lena telah gagal.

          Akankah nasibnya berakhir seperti nasib Florentino Ariza?
          Harus menunggu 52  tahun  baru mendapat  cinta  Fermina
          Daza. Sabari miris. Marlena telanjur lekat dalam benaknya
          seperti nyawa lekat pada tubuhnya. Dipertimbangkannya se-
          buah rencana terakhir, akankah gagal lagi?

              Malam kian larut. Sabari memegang pensil. Dadanya
          sesak. Dia rindu kepada Lena.







          Setelah menimbang segala hal, akhirnya Sabari memutuskan
          untuk menempuh rencana terakhir  itu. Orang-orang  bisa
          menduga dia mau bunuh diri karena tak sanggup menang-

          gung durjana cinta, oh, tidak, tidak ada sifat-sifat berkecil hati
          seperti itu dalam diri tokoh kita.
              Rencana terakhir itu adalah dia akan pulang ke Belan-

          tik lalu  melamar kerja di pabrik percetakan batako punya
          Markoni, ayah Marlena, yang dia tahu pabrik itu berada di
          samping rumah keluarga Markoni. Maksudnya, meski hanya
          melihat sandal jepit Lena yang sudah putus, jauh lebih baik
          ketimbang dia tinggal jauh di Tanjong Pandan dan menderi-
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158