Page 158 - Ayah - Andrea Hirata
P. 158

Ayah ~ 145


            jangan pernah lupakan itu! Bahwasanya, bukan saya, Marko-

            ni, yang mengajak Saudara bekerja! Tapi, Saudara sendiri,
            yang kampungan ini, menunduk-nunduk datang kepada saya
            untuk mencari kerja! Camkan itu! Digarisbawahi itu! Jangan
            pernah Saudara lupa, bahwa Saudara yang datang pada saya!
            Markoni! Bukan saya yang datang pada Saudara!”

                 “Ya, Bang.”
                 “Kedua!” Suara Markoni makin tinggi. “Saya bukan
            abangmu! Saya tidak pernah dilahirkan ibumu! Ibu saya tak
            pernah menikah dengan ayahmu, sehingga saya adalah abang
            tirimu. Kalaupun itu terjadi, saya tak sudi menjadi abang dari
            orang tengik macam Saudara ni!”
                 “Iya, Ba ... Ba ....”
                 “Pak!  Itulah panggilan  sopan santun orang  di sebuah

            perusahaan yang modern!”
                 “Iya, Pak.”
                 Sekarang terungkap mengapa Markoni tadi muntab.
                 “Nama Saudara?!”
                 “Sabari bin Insyafi.”

                 “Kalau menjawab, tegas! Jangan seperti orang kurang
            vitamin E begitu!”
                 “Sabari bin Insyafi!”
                 “Mencetak batako perlu ketegasan! Sikap pasti, teliti, ce-
            pat, waspada, bijaksana, tidak ragu! Orang-orang yang ber-
            jiwa lemah dan tidak punya pandangan jauh ke depan tidak
            bisa bekerja mencetak batako!”
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163