Page 166 - Ayah - Andrea Hirata
P. 166

Ayah ~ 153


                 Sabari tersipu, dia tahu, ayahnya menyindirnya melalui

            puisi, direka-rekanya puisi balasan:


                 Wahai Punai yang berkelabat
                 Terbang-terbanglah terus ke barat
                 Karena aku sedang ingin sendiri

                 Sendiri, rindu, indah terperi


                 Sabari  mensyukuri  keputusannya  pulang  ke Belantik.
            Dia merasa jauh lebih gembira ketimbang tinggal di Tanjong
            Pandan. Dia senang bisa dekat dengan ayah dan ibunya dan
            bahagia bisa melihat Lena, meski Lena selalu bersama orang
            lain. Sesungguhnya tak banyak yang diminta lelaki lugu itu
            dari hidup ini.

                 Sabari menambah kesibukan dengan memelihara kam-
            bing. Kambing-kambing itu adalah  bantuan pemerintah
            untuk orang  melarat. Jadilah  dia peternak kecil. Ternyata,
            Sabari tak hanya punya bakat terpendam di bidang menulis
            puisi, tetapi juga di bidang memelihara kambing.

                 Berbeda dari kambing orang lain, kambing dalam na-
            ungan, bimbingan, dan pengayoman lelaki penyabar itu lebih
            sehat dan cepat hamil. Petugas dari Departemen Peternakan
            pusat datang meninjau dan memuji Sabari habis-habisan se-
            hingga  Sabari  merasa  celananya  kekecilan.  Peternak kambing
            teladan, kata mereka menjuluki Sabari. Penyuluh tersenyum,
            Sabari  tersenyum, Menteri Pertanian tersenyum, kambing-
   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171