Page 168 - Ayah - Andrea Hirata
P. 168

Ayah ~ 155


            menyerahkan sebuah map. Pasti berisi naskah pidato. Gaya

            Markoni mirip inspektur upacara.
                 Markoni meminta Sabari berdiri di sampingnya.
                 “Seperti telah Saudara-Saudara  maklumi, saya Mar-
            koni, ayah saya Razak, istri saya Maryati, anak saya empat,
            adalah pemilik, sekaligus komisaris, sekaligus direktur utama,

            sekaligus direktur operasi, sekaligus mandor kawat di pabrik
            ini.”
                 Puluhan karyawan tertib menyimak.
                 “Kalau boleh saya minta tepuk tangannya?”
                 Meriahlah tepuk tangan. Kemudian, semua  karyawan
            sudah tahu karena selalu terjadi setiap tahun, yakni Markoni
            akan berpidato panjang lebar soal perjuangan masa lalunya,
            kesialan yang dialaminya akibat durhaka kepada ayahnya, se-

            runya dia diuber-uber polisi pamong praja waktu masih jadi
            pedagang kaki lima, lalu wajahnya akan terharu mengenang
            bahwa di puncak penderitaan hidupnya, dia mendapat ilham
            dari melihat anak-anak pulang dari sekolah, kemudian  dia
            punya pabrik batako, bolehlah disebut sebagai pabrik yang

            terpandang di Belitong. Tak lupa bahwa dia telah mendapat
            penghargaan dari Dinas Koperasi Daerah sebagai wiraswas-
            tawan panutan.
                 Tak tampak Markoni membaca naskah pidato yang di-
            serahkan sekretaris tadi. Maka, tak jelas kertas apakah yang
            ada di depannya itu. Pidato setengah jam itu sesekali diselingi
            kalimat, “Kalau boleh saya minta tepuk tangannya?”.
   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173