Page 317 - Ayah - Andrea Hirata
P. 317

304 ~ Andrea Hirata


          sana mereka naik kapal  kayu lagi,  langsung ke Pelabuhan

          Ulee Lheu, Aceh.
              Perjalanan itu begitu menakjubkan bagi mereka. Di ka-
          pal, Ukun rajin mempraktikkan bahasa Indonesia dan senang
          mendapat banyak kenalan baru. Tiga hari kemudian orang-
          orang kampung itu sudah berdiri tertegun dengan napas ter-

          tahan di haribaan Masjid Baiturachman.
              “Inilah tujuan kita ke Aceh,  Boi,” kata Tamat sambil
          memeluk pundak Ukun.
              “Alangkah megahnya, Boi, jauh lebih megah daripada
          yang kulihat di almanak. Alangkah beruntungnya kita pernah
          melihat langsung masjid yang hebat ini.” Mata Ukun basah.
          Dia memang lebih sentimental daripada Tamat.
              “Aku seperti merasa berada dalam kisah seribu satu ma-

          lam.”
              Tamat mengeluarkan sepucuk surat dari dalam tasnya
          dan memperlihatkan surat Lena yang membicarakan keingin-
          an Zuraida mendapat foto Lena di depan masjid itu. Mereka
          difoto oleh tukang foto langsung jadi di sana.

              Seminggu kemudian Zuraida menerima sepucuk surat.
          Tak percaya Zurai akan pandangan matanya sendiri melihat
          Tamat dan Ukun  bergaya di depan Masjid Baiturachman.
          Tak keruan perasaannya membaca surat itu.


              Besarnya mungkin dua puluh kali lebih besar daripada Masjid Al-
          Hikmah di kampung kita, Rai. Lantainya dingin, pilar-pilarnya gagah,
   312   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322