Page 21 - BUKU PELESTARIAN LINGKUNGAN ISBN 2023_Neat
P. 21
Periode Pujangga Baru memberikan kebebasan kepada
pengarang dalam menulis dengan rasa dan bahasa yang
sesuai dengan dirinya—apa yang dirasakan dan dialami
oleh para pengarang (Jassin, 2013: 27). Seperti yang
dikemukakan oleh Teeuw (1980 dalam Pradopo, 2001: 55)
bahwa sebuah karya sastra tidak lahir dari kekosongan
budaya. Karya-karya sastra yang dilahirkan oleh sastrawan
akan terikat dengan latar belakang sosial-budaya dan
kesejahteraan masyarakatnya. Demikian pula karya sastra
Pujangga Baru lahir dan berkembang saat bangsa Indonesia
memperjuangkan kemerdekaan dari bangsa kolonial
Belanda (Pradopo, 2001: 55). Akan tetapi, tidak dapat
dipungkiri bahwa karya-karya yang lahir dan diterbitkan
oleh Pujangga Baru dipengaruhi oleh ‘Gerakan 80’ di
negeri Belanda, yang bersemboyan “Kunst is de
allerindividueelste expressive van de allerindividueelste
emotie”, yang artinya: “Seni adalah ekspresi yang paling
individual dari emosi yang paling individual” (Jassin, 2013:
28).
Karya-karya yang diterbitkan oleh Pujangga Baru
memiliki ciri-ciri, yaitu 1) bahasa yang digunakan indah; 2)
mengangkat ide atau gagasan nasionalisme dan keagamaan;
3) mendidik; 4) beralur erat (Pradopo, 1995 dalam Harjito,
15