Page 58 - Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd
P. 58
Ibu, Obat Hati Ayah dan Anak
http://pustaka-indo.blogspot.com
Setelah waktu besuk habis, kami pun bersalaman. Ketika
saya menjabat tangan dan mencium pipinya, Ayah berbisik
kepada saya, “Polisi ini sama dengan Gestapo Nazi.” Bisikan
Ayah itu tak terdengar oleh siapa pun. Tapi, saya merasa salah
seorang polisi itu curiga Ayah mengatakan sesuatu pada saya,
sebab dia mendekat. Saya langsung menjauh dengan perasaan
dendam pada polisi itu.
Gestapo .... Apakah Ayah disiksa? Hati saya sangat
gundah dibuatnya. Sepanjang jalan saya tak berani bicara
apa-apa, dan memang kami semua lebih banyak berdiam diri.
Sesudah pertemuan pertama itu, beberapa kali lagi
kami diberi kesempatan menemui Ayah yang rupanya selalu
berpindah-pindah tempat. Dari Sukabumi ke Cimacan,
kemudian ke Puncak, dan ke Megamendung. Setiap berkunjung
Ummi tak pernah absen menyertai, meskipun kondisi
kesehatannya tak kunjung pulih. Sehabis berkunjung, Ummi
berkurung di kamar, berdoa setiap habis shalat, kemudian
menangis. Penyakitnya bertambah parah. Dokter menyarankan
agar dia dirawat di rumah sakit, tapi Ummi menolak.
Dalam satu kunjungan ke Cimacan, kami disertai oleh
Haji Yusuf Amrullah, Bapak kecil (paman) Ayah. Ketika
Fakhri bersalaman dengan Ayah, Ayah mengedipkan mata
padanya. Fakhri mengerti, dan cepat mengambil segumpal
surat dari tangan Ayah, lalu menyembunyikannya dalam
kantong, tanpa diketahui oleh polisi.
“Ayah telah selesai diperiksa, hanya menunggu sidang
pengadilan,” kata Ayah.
Haji Yusuf yang sudah tua termenung. Dia tak berbicara
dan tak kuasa membendung air mata. Kami semua heran dan
41
pustaka-indo.blogspot.com
1/13/2017 6:18:36 PM
Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd 41
Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd 41 1/13/2017 6:18:36 PM