Page 17 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 17
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 15
Metode Ketetapan Pertama:
“Kedua Orang Tua Rasulullah Tidak Mendapati Dakwah Islam”
Kedua orang tua Rasulullah meninggal dalam keadaan tidak
mendapati dakwah Islam, karena keduanya hidup di masa Jahiliyyah
yang saat itu seakan telah menutupi setiap pelosok bumi. Dapat
dikatakan bahwa pada masa Jahiliyyah itu tidak ada seorangpun yang
mendapati seruan Islam. Selain itu, kedua orang tua Rasulullah, baik
ayahandanya maupun ibundanya, wafat dalam umur yang sangat
muda. al-Hafizh Shalahuddin al-‘Ala-i mengatakan dengan dasar
riwayat sahih bahwa ayahanda Rasulullah wafat pada umur 18
tahum, sementara ibunda Rasulullah wafat pada sekitar umur 20
10
tahun . Tentunya umur yang sangat pendek ini, --di mana di antara
tanda seseorang menjadi mukallaf [memiliki beban syari’at] adalah
11
setelah ia baligh -- tidak sangat luas untuk dimintai
pertanggungjawaban. Lalu orang yang tidak sampai kepadanya
10 As-Subul al-Jaliyyah, as-Suyuthi, h. 2.
11 Mukallaf adalah seorang yang baligh, berakal, dan telah sampai
kepadanya pokok dakwah Islam, yaitu telah sampai kepadanya kandungan atau
makna dua kalimat syahadat; bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, lalu orang ini memiliki pendengaran
yang sehat, bukan seorang yang tuli. Maka seorang yang meninggal sebelum baligh
di akhirat kelak ia tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Juga orang yang gila,
yang gilanya tersebut berlangsung hingga baligh dan hingga meninggal, ia juga di
akhirat tidak dikenai hisab. Demikian pula orang yang tidak sampai kepadanya pokok
dakwah Islam; --yaitu kandungan dua kalimat syahadat--, maka ia di akhirat
termasuk dalam kelompok yang selamat, karena ia bukan seorang yang mukallaf.
Sementara tanda-tanda baligh ada tiga, (1) telah sempurna 15 tahun dalam hitungan
bulan Qamariyah baik pada laki-laki atau perempuan, (2) keluar air mani baik pada
laki-laki atau perempuan, (3) keluar darah haid pada perempuan. Lihat, Bughyah
ath-Thalib, al-Habasyi, h. 7, Safinah an-Najat, Salim ibn Samir al-Hadlrami, h. 3