Page 22 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 22
20 | Membela Kedua Orang Tua Rasulullah
pemahaman bahwa mereka (ahlul fatrah) tidak akan dikenai siksaan.
Pendapat ini telah diambil oleh hafizh terkemuka, Syaikhul Islam Abul
Fadl Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam beberapa kitab karyanya, beliau
berkata: “Kita berpendapat bahwa semua keluarga Rasulullah
(mereka yang hidup di masa fatrah; sebelum diutusnya seorang
nabi), ketika diuji di akhirat nanti mereka semua akan taat (lulus)
karena untuk memuliakan Rasulullah dan agar Rasulullah merasa
16
senang dan gembira dengannya” .
Al-Hafizh as-Suyuthi berkata:
“Dalam kitab al-Ishabah Fi Tamyiz as-Shahabah, Syaikhul
Islam Ibnu Hajar berkata: “Terdapat beberapa hadits dari beberapa
jalur tentang orang tua pikun, orang yang meninggal di zaman fatrah,
orang yang dilahirkan dalam keadaan bisu, buta dan tuli, orang yang
dilahirkan dalam keadaan gila, atau orang yang menjadi gila sebelum
ia baligh, dan orang-orang yang semacam ini; bahwa mereka semua
dimintai alasan (mengapa mereka tidak beribadah kepada Allah?),
maka setiap orang dari mereka berkata: “Seandainya aku berakal, -
atau- seandainya Engkau mengingatkanku maka tentulah kami akan
menjadi orang-orang yang beriman”. Lalu kemudian dibukakan pintu
neraka di hadapan mereka, dan dikatakan kepada mereka:
“Masuklah kalian ke dalam neraka”. Maka siapa yang taat dan dia
masuk ke dalamnya ia akan mendapati api neraka tersebut dingin
dan menjadi keselamatan baginya. Sementara siapa yang
membangkang maka ia akan dimasukan ke dalam neraka secara
paksa”. Lalu al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Dan aku telah
menghimpunkan berbagai jalur tentang hadits ini (hadits al-imtihan)
dalam karya tersendiri”. Dan beliau berkata: “Dan kita berharap
bahwa Abdul Mut-thalib dan segenap keluarga Rasulullah (yang
hidup di zaman fatrah) termasuk orang-orang yang taat ketika
diperintah untuk masuk ke dalam neraka dengan, demikian mereka
semua termasuk orang-orang yang selamat, kecuali Abu Thalib,
karena dia telah mendapati masa kenabian tapi dia tidak mau
16 Al-Hawi Li al-Fatawi, 2/202, mengutip dari al-Ishabah Fi Tamyiz ash-
Shahabah, Ibnu Hajar al-Asqalani.