Page 18 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 18

16  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            dakwah  Islam  maka  dia  bukan  seorang  mukallaf,  dan  jika  ia
            meninggal  dalam  keadaan  demikian  maka  dia  digolongkan  dari
            orang-orang  yang  selamat  dari  neraka,  dan  akan  masuk  surga  di
            akhirat kelak.
                    Dalam  ketetapan  ini  al-Hafizh  Jalaluddin  as-Suyuthi  dalam
            as-Subul al-Jaliyyah menuliskan:
                    “Ini  adalah  pendapat  madzhab  kita  [Ahlussunnah;
            Asy’ariyyah  Syafi’iyyah].  Tidak  ada  perbedaan  pendapat  di  antara
            para imam kita; ulama Syafi’iyyah dalam fiqh dan Asy’ariyyah dalam
            akidah.  Bahkan  Imam  Syafi’i  sendiri  telah  menetapkan  demikian
            dalam  kitab  al-Umm  dan  kitab  al-Mukhtashar.  Pendapat  beliau  ini
            diikuti oleh Ash-hab asy-Syafi’i, sehingga tidak ada seorangpun dari
            mereka  yang  menyalahi  ketetapan  ini.  Mereka  berdalil  dalam
            pendapat ini dengan banyak ayat-ayat al-Qur’an, di antaranya firman
            Allah:


            “Dan tidaklah Kami (Allah) memberikan siksa hingga Kami mengutus
            seorang Rasul” (QS. Al-Isra: 15).

                    Masalah  ini  [yaitu  bahwa  orang  yang  tidak  mendapati
            dakwah  Islam  selamat  di  akhirat  kelak]  adalah  masalah  fiqh  yang
            telah ditetapkan demikian dalam berbagai kitab fiqh. Dan dia adalah
            cabang  dari  beberapa  cabang  kaedah  ushuliyyah  yang  telah
            disepakati  atasnya  oleh  para  imam  kita  dari  kalangan  Asy’ariyyah;
            yaitu kaedah “Syukr al-Mun’im”, [bahwa kewajiban bersyukur kepada
            Allah dasarnya karena ditetapkan oleh syara’, bukan oleh akal]. Dasar
            kaedah syukr al-Mun’im ini adalah ketetapan dalam teologi (kaedah
            kalamiyah) yang disebut dengan kaedah at-Tahsin wa at-Taqbih wa
            Inkaruhuma [yaitu bahwa penilaian baik atau buruk dasarnya adalah
            karena ditetapkan oleh syara’, bukan  oleh akal]. Kaedah teologi ini
            telah  disepakati  demikian  oleh  semua  imam  kaum  Ahlussunnah
            Asy’ariyyah  yang  dituangkan  secara  rinci  dan  komprehensif  dalam
            banyak  karya-karya  mereka,  khususnya  oleh  Imam  al-Haramain
            dalam  kitab  al-Burhan,  imam  al-Ghazali  dalam  kitab  al-Mustashfa
            dan kitab al-Manhul, Alkiya al-Harrasi dalam kitab Ta’liq-nya, imam
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23