Page 219 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 219

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  217
            berkata:  “si-fulanah”,  beliau  tidak  terang-terangan  menyebutkan
            nama  “Fatimah”;  itu  tidak  lain  hanya  untuk  tujuan  beradab,
            walaupun  sebenarnya  Rasulullah  dalam  haditsnya  menyebutkan
            secara terang nama putri-nya tersebut, oleh karena [ada semacam
            kaedah]  “Sesuatu  yang  layak  diungkapkan  oleh  seseorang  belum
                                                348
            tentu layak diungkapkan oleh orang lain” .
                    Al-Hafizh as-Suyuthi berkata:
                    “Adab seperti itulah yang juga telah dipraktekan oleh Imam
            Abu  Dawud,  penulis  kitab  Sunan.  Dalam  kitab  Sunan  beliau
            menuliskan sebuah hadits yang terkait dengan keadaan Abdul Muth-
            thalib,  hanya  karena  tujuan  adab-lah  beliau  tidak  “banyak  bicara”
            prihal  keadaannya.  Hadits  itu  sendiri  lebih  lengkapnya  telah
            diriwayatkan dalam Musnad Ahmad dan Sunan an-Nasa-i [dan Abu
            Dawud bukan tidak mengetahui rincian hadits tersebut]. Sebenarnya,
            catatan-catatan  semacam  itu  merupakan  pelajaran  dan  petunjuk
            penting yang telah dicontohkan oleh para imam terkemuka bagi kita
            semua agar kita tidak mudah berkata-kata buruk dalam menghukumi
            moyang-moyang  Rasulullah  karena  kita  harus  menjaga  adab
                                   349
            terhadap mereka semua” .

            Sekilas Biografi al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi
                    Mugkin  ada  pertanyaan,  mengapa  sub  tema  ini  harus
            diikutsertakan  dalam  buku  ini?  Jawab;  (1)  Karena  Imam  as-Suyuthi
            adalah di antara ulama terkemuka yang sangat intens menjelaskan
            bahwa  kedua  orang  tua  Rasulullah  selamat,  hingga  beliau  menulis
            banyak  karya  khusus  untuk  membahas  itu,  dan  buku  yang  ada  di
            tangan  pembaca  ini  ada  “hanya  sedikit  gubahan  saja”  dari  karya-
            karya agung beliau, (2) Untuk mengenal as-Suyuthi lebih jauh dengan
            segala keistimewaan yang dimilikinya, (3) Sekaligus untuk mengenal
            dan  menyadari  posisi  diri  kita  sendiri  dalam  keilmuan  dibanding
            imam  terkemuka  sekelas  as-Suyuthi,  yang  mungkin  bila  hendak
            diungkapan  secara  “kasar”;  perbandingannya  adalah  antara  langit
            dan bumi, (4) Selanjutnya agar kita sadar sepenuhnya bahwa urusan

                  348  Ibid, mengutip dari at-Tarsyih, karya Tajuddin as-Subki.
                  349  Ad-Duraj al-Munifah, as-Suyuthi, h. 18
   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224