Page 37 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 37

Memahami Makna Bid‟ah | 35

            Shalahuddin Ibn Ayyub memerintah demikian itu pada adzan Isya
            di malam jum‟at. Kemudian disebutkan bahwa sebagian orang-
            orang sufi bermimpi berjumpa dengan Rasulullah, lalu Rasulullah
            memerintah untuk disampaikan kepada penegak hukum Syara‟ (al-
            muhtasib) agar para mu‟adzin mengumandangkan bacaan shalawat
            atasnya  setiap  selesai  adzan.  Maka  al-muhtasib  sangat  senang
            dengan berita mimpi itu. Lalu ia memerintah untuk dilaksanakan,
            hingga  kemudian  berlanjut  sampai  masa  kita  ini.  Dan  telah
            diperselisihkan pada demikian itu; apakah ia mustahabb (sunnah),
            makruh, bid‟ah, atau disyari‟atkan? Diambil dalil bagi  pendapat
            pertama; (bahwa ia mustahabb) dari firman Allah: “Dan kerjakanlah
            oleh kalian akan segala kebaikan” (QS). dan sudah maklum, bahwa
            shalawat  atas  Rasulullah  adalah  di  antara  bentuk  ibadah yang
            sangat  agung.  Terlebih  lagi  ada  banyak  hadits  mutawatir  yang
            memerintahkan  kepada  demikian  itu.  Termasuk  adanya
            keutamaan  berdoa  pada  setiap  selesai  adzan,  pada  sepertiga
            malam,  dan  pada  saat  menjelang  fajar  (subuh).  Dan pendapat
            yang  benar  adalah  bahwa  itu  merupakan  bid‟ah  hasanah,  dan
                                                      28
            pelakunya (dibalas/pahala) sesuai niatnya”.
                     (Tiga  Belas):  Syekh  Muhammad  ibn  Abdil  Baqi  az-
            Zurqani  al-Maliki  (w 1122 H) dalam kitab Syarh al-Muwaththa‟
            dalam  menjelaskan  perkataan  sahabat  „Umat  “Nimah  al-Bid‟ah
            Hadzihi”, menuliskan sebagai berikut:

                    َ َل  ملسوَويلعَللاَىلص َونمأ َ ةعدبَاىامسف  ) َ  هذىَةعدبلاَتمعن (
                  َامَ ةغلَ يىوَ ،قكدصلاَ فامزَ قيَ تناكَ ىاوَ اك٢َ عامتجىااَ نسك
                                                                 ّ
                  َيىوَةنسلاَلباقمَىلعَاعرشَقلطتوَقبسَؿاثمَدَغَىلعَثدحُأ
                                     ً






                   28 َ Al-Haththab al-Maliki, Mawahib al-Jalil, j. 2, h. 9
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42