Page 38 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 38
36 | Memahami Makna Bid‟ah
َـاكحمأاَلىإَمسقنتَثمَ، ملسوَويلعَللاَىلص َهدهعَقيَنككَلَام
ػىا َ.ةسمف٠ا
“(Perkataan „Umar); “Ini adalah sebaik-baik bid‟ah”, beliau
menamakannya (Qiyam Ramadhan) sebagai perkara bid‟ah karena
Rasulullah tidak mengajarkan untuk berkumpul melaksanakan
shalat tersebut, dan juga tidak pernah ada di masa Abu Bakr ash-
Shiddiq. Bid‟ah secara bahasa adalah sesuatu yang dirintis tanpa
ada contoh sebelumnya. Dan secara Syara‟ bid‟ah dimaksudkan
terhadap perkara yang menyalahi sunnah; yaitu sesuatu yang tidak
ada di masa Rasulullah. Bid‟ah terbagi kepada pembagian hukum
29
yang lima (wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah)”.
(Empat belas): Syekh Ahmad ibn Yahya al-Winsyarisi (w
914 H) dalam kitab al-Mi‟yar al-Mu‟rab menuliskan:
َقـٟاَقيقحتلافَةلمؿٞاَقيَعدبلاَراكنإَىلعَاوقفتاَفإوَانباحصأو
ػىاَ. ـاسقأَةسؽَٜانهأَمىدنع
“Dan para sahabat kami (Ulama madzhab Maliki) sekalipun
mereka sepakat di atas menginkari bid‟ah secara keseluruhan,
namun sebenarnya pendapat yang haq menurut mereka adalah
30
bahwa bid‟ah terbagi kepada lima macam”.
Al-Winsyarisi kemudian menyebutkan secara detail
beberapa contoh dari lima macam bentuk bid‟ah dimaksud; wajib,
haram, sunnah, makruh dan mubah. Kemudian beliau menuliskan:
َيأفَعرشلاَدعاوقَىلعَضرعتَ فأَ تضرعَ اذإَ ةعدبلاَ قيَ قـٟاف
ُ
َليصحتلاَاذىَىلعَكفوقوَدعبوَ،اهػبَ تقـٟأَ اهتضتقاَ دعاوقلا
29 َ Az-Zurqani, Syarh al-Muwaththa‟, j. 1, h. 238
30 َ Al-Winsyarisi, al-Mi‟yar al-Mu‟rab, j. 1, h. 357