Page 29 - Sosiologi Kelas X
P. 29
b. Alfred Vierkandt (1867–1953)
Vierkandt mengemukakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi
mental. Situasi tersebut tidak dapat dianalisis secara tersendiri, tetapi harus
dilihat sebagai hasil maupun akibat dari proses interaksi antarindividu dan
antarkelompok dalam masyarakat. Gejala-gejala mental yang dimaksud,
antara lain harga diri, persaingan, perjuangan, simpati, imitasi, dan seba-
gainya.
c. Leopold von Wiese (1876–1961)
Leopold von Wiese berpendapat bahwa sosiologi memusatkan perhatian
pada hubungan-hubungan di antara manusia, tanpa mengabaikan
tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah yang berlaku. Sosiologi harus
memulainya dengan mengamati perilaku nyata individu dalam kehidupan
bermasyarakat.
d. Talcott Parsons (1902–1979)
Menurut Parsons, sosiologi mengkaji masyarakat sebagai suatu sistem
sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan
dan menyatu dalam kesimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu
bagian akan membawa perubahan terhadap bagian lain. Masyarakat dilihat
sebagai sebuah sistem dan seluruh struktur sosialnya terintegrasi menjadi
satu. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda, tetapi berkaitan
serta menciptakan konsensus dan keteraturan sosial. Parsons meyakini
bahwa perkembangan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan
empat unsur utama, yaitu kultural (pendidikan), kehakiman (integrasi),
pemerintahan (pencapaian tujuan), dan ekonomi (adaptasi).
Sumber: https://bit.ly/3Ep5AoM
Gambar 1.19 Berbagai unsur dalam masya rakat memiliki fungsi
berbeda
e. Wright Mills (1916–1962)
Wright Mills menyoroti pentingnya khayalan sosiologis (the sociological
imagination) sebagai bagian dari upaya mempelajari sosiologi. Khayalan
sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di
masyarakat maupun dalam diri manusia. Menurut Mills, dengan khayalan
sosiologis maka seseorang akan mampu memahami sejarah masyarakat,
riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.
Bab I Sosiologi sebagai Ilmu Berparadigma Ganda 17