Page 29 - Ilmu Negara
P. 29
Dalam perkembangannya, teori dua segi dari Jellinek ternyata
mendapat bantahan dari muridnya sendiri yang bernama Hans Kelsen.
Ia kemudian mendirikan mazhab sendiri bernama mazhab hukum
Wina dan alirannya disebut aliran hukum murni. Menurut Hans
Kelsen, teori dua segi dari Jellinek merupakan teori sincretismus, yaitu
suatu metode campur baur yang tidak sesuai dengan kriteria ilmu
pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan harus mempunyai lapangan
ilmu pengetahuan sendiri, cara peninjauan sendiri, dan mempunyai
sifat khusus sendiri. Kelsen berpendapat bahwa suatu ilmu pengeta-
huan harus memiliki tiga syarat berikut. 19
1. Faktum der wissenschaft (mempunyai lapangan ilmu pengetahuan
itu sendiri).
2. Emanent der wissenschaft (mempunyai peninjauan sendiri).
3. Autonomie der wissenschaft (mempunyai sifat khusus yang tersen-
diri).
Hans Kelsen berpendapat bahwa sebenarnya negara itu sama
dengan hukum. Dengan kata lain, negara merupakan penjelmaan
dari tata hukum nasional. Negara yang merupakan penjelmaan dari
tata hukum nasional, sehingga menurut Kelsen sifat satu-satunya
dari peninjauan negara itu haruslah secara yuridis. Jadi, menurut
Kelsen, negara tidak perlu ditinjau secara sosiologis. 20
19 Ibid, hal. 20.
20 Ibid, Hans Kelsen melihat pada bentuk. Ia berpendapat bahwa tidaklah menjadi soal
jika hukum itu diterima oleh rakyat atau tidak. Asalkan hukum itu sudah dibuat oleh
badan-badan yang berwenang, maka hukum itu harus berlaku. Dalam hal berlakunya
hukum ini kita kenal 3 teori, yakni sebagai berikut.
a. Berlakunya hukum secara yuridis. Suatu hukum asal dibuat dan dinyatakan
berlaku oleh orang yang berwenang, maka berlaku dan menjadi hukum. Ini
tepat sekali menurut Kelsen.
b. Berlakunya hukum secara sosiologis.
c. Berlakunya hukum secara filosofis.
Apabila hukum itu berlaku semata-mata secara yuridis, maka mungkin tak sesuai de-
ngan kebutuhan masyarakat atau mungkin pula tak memenuhi unsur-unsur keadilan.
Sebagai contoh, pada zaman penjajahan Belanda dahulu, kita jumpai Agrarische Wet/
Undang-Undang Agraria. Namun, undang-undang ini sama sekali tidak berlaku di
Sumatera. Dengan demikian, undang-undang ini tidak diperlukan karena tidak me-
Bab 1 Pendahuluan 17

