Page 31 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 31
ing menyapa. Sembilan orang, termasuk saya, sejak siang
sudah ada di bangku besi yang mulai berkarat di bebera-
pa bagian. Garasi yang disulap jadi ruang layanan dan tak
seorang perawat pun menegur. Kami pun demikian. Mas-
ker penutup seperti membatasi gerak mulut untuk sekadar
bertukar sapa.
Hingga sore, kami digiring ke bus sekolah berwarna
kuning yang telah diubah di bagian depan. Duduk saling
berjauhan, kami masih menunggu kendaraan diberangkat-
kan. Kami dipisahkan dengan sopir bus. Tripleks berlapis
menyekat ruang antara kami dan sopir. Hanya kami yang
berpakaian rupa-rupa. Orang-orang lain mengenakan pa-
kaian berbahan plastik warna putih yang menutupi seluruh
badan. Demikian pula wajah mereka.
Lampu sirine ambulans masih menyala di depan bus.
Tidak bergerak. Cahayanya berpendar ke segala arah. Semb-
ilan orang di dalam bus kuning duduk berjauhan tak menge-
luarkan suara. Hanya bising mesin kendaraan. Sepi.
Keheningan pecah oleh suara seorang perawat perem-
puan yang memanggil nama kami satu per satu. Setelah itu,
ia memberitahu bahwa sebentar lagi kami akan dibawa ke
Wisma Atlet Kemayoran.
Dari celah jendela bus, kaca belakang ambulans me-
mantulkan cahaya papan lampu LED di depan bus bertu-
liskan: PASIEN COVID-19.
Bidang kosong di lantai dua belas, menara nomor lima.
Kamar-kamar yang saling berhadapan tertutup rapat. Hanya
nomor-nomor dan catatan di kertas tempel terlihat di pintu
13

