Page 32 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 32

kayu. Kami duduk bersila berjauhan. Sebagian besar terlihat
           rapi. Baju baru dicuci dan sarung tidak sempat disetrika.
           Lusuh dan keriput di beberapa bagian.
               Sajadah dibentangkan dan beberapa lainnya meletakkan
           kantong-kantong belanja bekas dari bahan kertas di hadapan
           mereka atau karton bekas kardus air mineral. Pengganti
           alas untuk sujud. Memang kami tak sempat menyiapkan
           beberapa perlengkapan dasar untuk dibawa karena panik.
           Kosong saat diberangkatkan.
               Kantong-kantong plastik berwarna kuning masih di-
           tumpuk di sudut. Karton bekas pembungkus nasi disesak-
           kan. Ikut juga sampah-sampah lainnya. Di lantai juga ma-
           sih ada cairan menggumpal. Mungkin ada yang bocor saat
           diseret. Debu pun masih terlihat jelas di lantai. Tentu saja
           tidak dipel saat disiapkan, hanya disapu. Ruang ibadah ini
           pun sementara. Hanya untuk hari Jumat.
               Lantunan ayat suci dari masjid sebelah memenuhi rua-
           ngan. Seorang di bagian saf depan berdiri. Ia meminta jika
           ada di antara kami bersedia menjadi pelaksana salat Jumat.
           Juru azan, pengkhotbah, atau imam. Suaranya beradu de-
           ngan penyampaian dari gedung sebelah. Beberapa orang
           kemudian berdiri dan maju.
               Suara muadzin kami tenggelam. Memang tidak ada
           pengeras suara. Demikian pula saat khotbah disampaikan.
           Hanya sayup bisa didengar. Semuanya dilenyapkan pengeras
           suara masjid sebelah. Toh kami tidak punya pilihan. Men-
           jadi minoritas dengan segala keterbatasan seperti ini harus
           diterima. Tidak boleh memprotes, …”


                                  14
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37