Page 37 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 37
punya rencana secuil pun untuk memperbaikinya.
“Ketika semua wilayah di negeri ini sudah dipimpin
beberapa presiden, Sumber Bulan masih setia hidup di masa
Orde Baru,” canda seseorang, menanggapi jalan bonyok yang
menjembatani desa itu dengan dunia luar.
Masuk akal jika tak ada yang berminat berkunjung ke
desa itu dengan alasan dan kepentingan apa pun. Satu-satun-
ya kendaran yang berani melewati rimba wingit itu hanya
sebuah mobil boks yang mengangkut kebutuhan Warga
Sumber Bulan. Dengan pengamanan superketat, barang-
barang itu selamat sampai di toko besar Haji Ansori—
satu-satunya toko—yang menyediakan segala kebutuhan
penduduk, mulai kancut hingga sekrup.
“Kita mesti waspada,” lanjut Kiai Jalil. “Saya yakin, da-
lam waktu dekat, akan ada warga Sumber Bulan yang ter-
infeksi virus mematikan itu.”
Dan nubuat itu memang terjadi. Sehari setelah per-
cakapan tersebut, Ramiso, kuli harian di desa itu, dijemput
ambulans pada tengah malam. Warga bisa mendengar rau-
ngan sirine, memecah kesunyian Sumber Bulan. Tentu, istri
dan anak-anaknya akan diisolasi mandiri di dalam rumah,
sedangkan kebutuhan hidup mereka ditanggung pemerintah
desa.
Antara ngeri dan penasaran, warga membayangkan
Ramiso memasuki ambulans dengan sekujur tubuh penuh
ruam. Mereka telah menyaksikan orang-orang terjangkit
wabah merah di televisi dan media sosial dengan gejala kulit
ruam, demam tinggi, dan sakit kepala hebat. Bilik rumah
19

