Page 95 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 95
Tiba-tiba orang tua itu menimpali gumaman Saroh,
“Barang-barang semacam ini pun aku sendiri yang
membuatnya, Nona. Kujual sendiri.”
Terkejut, tanpa sadar Saroh terjengkang duduk.
Rambut halus di tengkuknya berdiri. Orang tua di
hadapannya itu nampak tak hirau. Asyik-masyuk ia menata
jualannya.
“Nona, bolehkah aku mendongengkan sesuatu?
Kisah tentang penawaran.”
“Kenapa, Pak? Ada yang kurang dengan pembayaran
saya kemarin?” selidik Saroh.
Pedagang itu tertawa kecil. “Bukan. Bukan itu. Aku
hanya ingin mendongeng, sebab aku tak punya cucu.”
Tanpa berpikir panjang, Saroh mengiyakan. Ia
betulkan letak duduknya.
***
Aku pernah menjual keris. Memang aku suka
membuat apa saja, namun pernah sekali waktu, aku
membuat dan menjual satu jenis benda saja. Kau paham
maksudku, ‘kan? Sesekali orang memang harus belajar
untuk tidak mudah bosan. Ya, aku pernah mencobanya.
Suatu hari, datang seorang laki-laki muda—kudengar
ia seorang perampok—memesan keris kepadaku.
Kukatakan kepadanya untuk datang mengambil pesanannya
setelah dua tahun. Tentu saja jiwa semuda itu tak mungkin
mau bersabar. Ia meminta enam purnama saja. Tidak
mungkin. Kujanjikan kepadanya satu tahun lamanya hingga
keris itu selesai seluruhnya. Ia menyanggupi, meski
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
95

