Page 97 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 97
kulumuri dengan racun warangan. Kudengar kelak ia
membunuh seorang pembesar dengan benda itu, kemudian
marak menggantikannya. Ia dan anak-cucunya kemudian
mati ditikam senjata yang sama. Beredar kabar bahwa empu
pembuatnya telah mengeluarkan sumpah dendam tujuh
turunan. Tak benar. Sungguh tak ada kebenaran dalam
kabar itu. Ketahuilah, Nona, itu semua semata demikian:
kalaupun benda-benda memang punya jiwa, akankah
mereka bersedia ditawar secara tak pantas?
***
Dengan perasaan takjub, gadis belia itu mohon diri
sebentar, kemudian kembali membawa nampan berisi teh
hangat dan kue-kue.
“Saya kira Bapak akan menceritakan sebuah
dongeng,” Saroh bertopang dagu.
Orang tua itu menarik sudut bibirnya, seakan
tanggung untuk tersenyum, kemudian menyulut sebatang
rokok.
“Bukannya kau memang tak percaya itu terjadi
padaku?”
“Saya kira begitu.”
“Lantas apa namanya kalau bukan dongeng?”
Jawaban itu menggusarkan Saroh. Ia mencuil
sepotong kue dan mulai melahap. Agaknya ia lupa
mempersilakan kepada tamunya, atau mungkin ia memang
merasa dipermainkan.
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
97

